Berkembang pesatnya Industri pertahanan dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir patut diacungi jempol. Pasalnya salah produk dari industri pertahanan Indonesia sudah diekspor ke Amerika Serikat (AS). PT Pindad adalah salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang produknya telah diekspor. Saat ini pindad sendiri mengekspor amunisi kaliber kecil yaitu 5,56 mm ke negeri Paman Sam tersebut. Marketing Manajer PT Pindad, Sena Maulana, mengatakan selain ekspor ke Amerika pihaknya juga telah mengekspor amunisi ke Singapura dan Thailand. "Amunisi kita ekspor itu kaliber 5,56 mm ke Singapura sama Thailand dan ini terus-terusan. Tahun 2000 kita pernah ekspor ke Amerika," kata dia di Jakarta, akhir pekan lalu.
Untuk penjualan ke luar negeri, Pindad mempunyai agensi sendiri yang mengurusi penjualan. Nilai ekspor amunisi juga disebut terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, Sena tidak menyebut berapa nilai pasti ekspornya. "Singapura yang cukup canggih saja memesan. Amerika yang mempunyai kemampuan militer sangat baik pernah mesan juga dan terakhir Laos," katanya. Selain itu, pada tahun 2000, Pindad juga pernah mengekspor amunisi ke Nigeria. "Nilai secara signifikan dari 2010 ke 2011 ada peningkatan. 2011-2012 cenderung stabil karena menuhi dalam negeri dulu. Tahun 2013 dibandingkan 2012 ada peningkatan,"kata dia.
Disisi lain, untuk saat ini industri pertahanan nasional membutuhkan dukungan insentif perpajakan (fiskal) untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan penguasaan teknologinya. Kebijakan tersebut sudah diterapkan oleh Tiongkok dan Korea Selatan. Selain itu, sesuai UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan, pemerintah harus menyuntikkan dana kepada industri pertahanan milik negara pada saat mengalami kendala finansial. Pembiayaan jangkapanjang bisa diambilkan dari APBN. Indonesia juga sudah saatnya memiliki lembaga keuangan khusus yang membiayai industri pertanahan nasional.
"Sudah saatnya industri pertahanan dan keamanan nasional, baik alat utama sistem senjata/alutsista atau nonalutsista dapat berdiri dan mandiri. Dengan demikian, industri ini mampu mengemban tugas dalam mencukupi kebutuhan di dalam negeri," ujar mantan Menteri Perindustrian serta Menko Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Hartarto Sastrosoenarto.
Menurut dia, banyak negara berlomba mengembangkan industri pertahanannya agar menjadi yang terdepan, termasuk Indonesia tengah memulainya. Karena itu, insentif fiskal untuk kegiatan riset, pengembangan, dan permesinan dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan industri pertahanan. Hartarto juga sangat mendukung keberadaan UU Industri Pertahanan karena akan mempercepat perkembangan industri pertahanan. Apalagi, UU ini menjamin adanya pembelian alutsista oleh pemerintah kepada industri pertahanan nasional.
"UU ini untuk kemandirian alutsista, sehingga kondisi industri pertahanan di matra darat, laut, maupun udara mampu memenuhi kebutuhan. Jika industri di dalam negeri belum mampu, kita perlu alih teknologi atau dengan pembelian lisensi," katanya. Terkait lembaga keuangan khusus untuk industri pertahanan, lanjut dia, Malaysia, India, dan Thailand merupakan negaranegara yang telah menerapkan kebijakan tersebut. Caranya, pemerintah memberikan dana kepada lembaga keuangan sebagai kredit jangka panjang dengan bunga rendah untuk membiayai ekspansi industri pertahanan dan industri dasar.
"Sudah ada UUnya dan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) sekarang, tinggal tentukan sasarannya dengan jelas, buat program, lalu laksanakan. Berikan dukungan insentif fiskal dan permodalan," tegas Hartarto. Dia juga menuturkan, perlu adanya sinergi riset dan pengembang. an teknologi militer dan engineering agar bisa diaplikasikan dalam sektor industri pertahanan. Aspek tersebut berperan penting untuk mendukung industri yang efisien, efektif, andal, serta terintegrasi dan berdaya saing.
Penguasaan Teknologi
Sementara itu, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi mengatakan, saat ini, industri pertahanan di dalam negeri telah mampu menguasai teknologi untuk level menengah. Ke depan, penguasaan teknologinya akan ditingkatkan menjadi lebih tinggi lagi. Pemerintah juga berambisi menaikkan level pemenuhan konten lokal industri tersebut di atas 35%. "Kami memacu pertumbuhan industri agar bisa memenuhi kandungan lokal 35%. Jadi, untuk pengadaan alutsista atau almatsus (alat material khusus), 35% di antaranya diserahkan untuk pengerjaan di dalam negeri," tutur Budi.
Menurut dia, industri pertahanan di Tanah Air sebenarnya sudah bisa memproduksi berbagai jenis alas pertahanan dan pendukungnya. Tapi, alusista dengan level teknologi tertentu dan umumnya belum menggunakan teknologi tinggi. "Misalnya, untuk peluru dengan radar dan dengan waktu meledak yang sudah diatur, itu belum bisa kita buat," kata Budi. . Mengutip data Kementerian Riset dan Teknologi, masterplan pembangunan industri pertahanan nasional ditetapkan tahun 2010-2029. Indonesia diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok matra darat, laut, dan udara TNI, sehingga bisa mandiri tahun 2029.