Kekuatan Angkatan Bersenjata Australia bukanlah satu-satunya kekuatan negara Kangguru yang harus diwaspadai. Badan Intelijen Luar Negeri Australia pun kiranya tak kalah penting untuk disorot. Tak banyak yang tahu bahwa selain Amerika dan Inggris, Australia pun merupakan negara yang memainkan peranan besar dalam menciptakan krisis berkepanjangan di Afghanistan dan Irak. Kalau tidak mau disebut sebagai penyebab utama Presiden George W. Bush menjadi mantap untuk melancarkan serangan militer ke Irak menggulingkan Saddam Husein.
Ceritanya begini. Melalui badan intelijen Australia bernama Australian Secret Intelligence Service (ASIS), Australia membantu Amerika untuk mencari informasi mengenai keberadaan nuklir Irak. Bagi Washington ketika menjelang serbuan militer ke Irak, adanya bukti keberadaan nuklir di Irak merupakan hal penting sebagai dalih untuk menggulingkan rejim Saddam Husein dari singgasana kekuasaan. Sehingga serangan militer Amerika dan sekutu-sekutunya mendapat pembenaran moral.
Dalam penyelidikan awal yang dilakukan CIA, temuan ASIS nampaknya menjadi acuan utama. Menurut laporan ASIS, ada perjanjian jual beli tabung alumunium berkode 7075-T6 antara Irak dan Cina. Perjanjian jual beli antara dua negara tersebut dilakukan melalui seorang bernamaq Garry Cordukes, direktur perusahaan Australia, International Alumunium Supply.Perusahaan ini merupakan rekanan perusahaan asal Cina pembuat tabung alumunium yang bernama Kim Kiu Property Limited.
Agen ASIS mencurigai perjanjian jual beli itu untuk memenuhi program penelitian nuklir di Irak. Dan inilah yang kemudian oleh ASIS data ini dikembangkan lebih lanjut sebagai dasar bagi CIA untuk dijadikan data intelijen bagi Bush untuk menyerang Irak.
Sejarah ASIS
ASIS bermula sebagai badan intelijen pemerintahan kerajaan Inggris. Yang bertanggungjawab mengumpulkan informasi intelijen dari luar negeri, melakukan tugas-tugas kontra intelijen dan menjalin kerjasama intelijen dengan negara-negara lain. ASIS pada perkembangannyan memiliki kedudukan yang sama dengan CIA dari Amerika dan Secret Intelligence Agencies (M16) milik Inggris.
Sesuia perundang-undangan, ASIS memfokuskan diri pada operasi intelijen luar negeri. Inilah yang membedakan ASIS dengan Australian Security Intelligence Organization (ASIO). Sehingga secara oganisasional, ASIS berada di bawah kendali Departemen Perdangan dan Luar Negeri (DFAT) yang bermarkas di Canberra.
Sebagai organisasi intelijen yang berada dalam komando Menteri Luar Negeri, ASIS sempat diberitakan pernah merekrut agen intelijend dari universitas-universitas yang ada di Australia untuk kepentingan mengawasi kegiatan spionase yang terjadi di Asia.
ASIS dan Pembebasan Papua
Selain Aceh, Papua atau Irian Barat merupakan provinsi Indonesia yang berpotensi besar untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekitar 1989 sampai 1991, ASIS dikabarkan melakukan sebuah penelitian terperinci dalam rangka tugas dan kegiatannya di Papua Nugini.
Ini ada kaitannya dengan keterlibatan ASIS dalam pelatihan pasukan di Papua Nugini. Sebuah pelatihan yang konon kabarnya dimaksudkan untuk memberikan dukungan terhadap gerakan kemerdekaan Irian Jaya dari tangan Indonesia dan Bougainvile dari Kepulauan Salomon Utara.
Sayang usaha ASIS tersebut gagal pada 1997. Meski operasi tersebut dinyatakan gagal, namun bukan berarti Australia akan berhenti begitu saja melepaskan permasalahan Irian Jaya. Apalagi belakangan santer terdengar kabar bahwa pasukan khusus Australia berada di dekat perbatasan Papua dan Papua Nugini untuk melatih pasukan negara tetangga yang berbatasan dengan Indonesia itu.
Apa ini murni pelatihan militer bagi PNG atau ada maksud-maksud tersembunyi, pihak TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) seharusnya waspada dan mengambil tindakan preventif. Apalagi ketika Australian Sabtu kemarin mencanangkan peningkatan kekuatan militer baik darat, laut dan udara secara besar-besaran.
4th Battalion Royal Australian Regiment
Satuan ini merupakan pasukan elit atau pasukan khusus Australia yang tergabung dalam Australian Special Operations Command. Pasukan ini mulai terbentuk sejak 18 Januari 1952. Pasukan ini berkemampuan multifungsui sebagai kekuatan penghancur, dalam peperangan hingga pengawal medis.
Pasukan ini tugas utamanya ketika era perang dingin adalah untuk melatih dan mengirimkan personil infanteri ke Korea Utara, ketika Amerika dan sekutu ketika membantu secara militer pasukan Korea Selatan melawan Korea Utara yang didukung oleh Cina.
Sejak Maret 1960, unit ini digabung dengan sekolah infanteri sebagai depot Company Royal Australian Regiment. Singkat cerita, unit inilah yang merupakan tulang punggung batalyon angkatan darat Australia yang mengadakan seleksi calon anggotanya selama satu bulan. Beberapa aspek yang menjadi bahan latihan antara lain:
1. Special Forces
2. Special Forces Roping
3. Amphibious Operations.
4. Demolitions
5. Special Forces Parachute Operation
6. ACQB (Advance Close Quarter Battle)
7. Special Force heavy weapons.
Pasukan ini harus diakui cukup istimewa, bahkan dalam perang Irak, yang selama ini fokus perhatian tertuju pada Amerika dan Inggris, ternyata unit milik Austalia ini punya wibawa yang tak kalah dibanding pasukan Amerika. Meski dikirim ke Irak dalam jumlah kecil, 4th battalion Royal Australian Regiment ini bisa menggambarkan kekuatan dan kemampuan pasukan khusus Angkatan Darat Australia selama fase pertama operasi Baghdad Assist digelar.
Dengan kata lain, unit ini sudah cukup untuk menggambarkan kekuatan Angkatan Darat Australia yang sesungguhnya. Sejak 1982, pasukan khusus ini dirubah menjadi pasukan setingkat brigade yang berada dalam kendali komando pasukan Divisi Utama.