Panglima TNI menyebutkan, tantangan tradisional atau yang dikenal sebagai "Conventional Threats", muncul dalam serangkaian kemajuan pesat pada pembangunan teknologi peralatan perang dan kemajuan dunia industri militer yang semakin canggih dan modern.
Sedangkan, tantangan dan ancaman Non-Tradisional (Non-Conventional Threats) yang timbul dan merupakan fenomena baru, antara lain berkisar pada aksi terorisme, keamanan maritim, pemanasan global dan perubahan iklim. Selain itu, katanya, kelangkaan energi dan pangan, penyakit menular dan penyelundupan manusia, obat-obatan, persenjataan, serta pembajakan udara dan perompakan di laut.
"Indonesia dan Malaysia yang secara geografis berada dalam wilayah kawasan yang sama, yakni ASEAN, dan tidak luput dari kemuungkinan dampak fenomena tantangan dan ancaman tersebut," ucap dia. Suhartono mengatakan, kemajuan teknologi sebagai salah satu dari hasil perkembangan riset inovasi baru, dan tidak dipungkiri telah memberikan kemajuan pada kehidupan manusia.
Namun, pada sisi lain teknologi juga mendorong terjadinya pergeseran hakekat ancaman ke arah berkembangnya ancaman non-tradisional dan berbentuk asimetris. Ancaman non-tradisional tersebut telah berkembang menjadi kejahatan lintas negara yang menuntut kita semua untuk meresponnya dengan sungguh-sungguh.
"Jika kita cermati berbagai insiden di hampir seluruh bagian dunia, masyarakat internasional saat ini terus dihantui oleh kekhawatiran bahaya terorisme," kata jenderal bintang empat itu. Sejumlah peristiwa terorisme menunjukkan adanya mata rantai antara kelompok dari dalam dan luar negeri.
Luasnya peraian kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia-Malaysia, telah menjadi celah kemungkinan masuknya jaringan terorisme internasional dalam bentuk penyeludupan senjata dan infiltrasi paham fundamental yang radikal. Seperti Al-Qaeda, Al- Jemaah Al- Islamiyah dan kelompok Abu Sayyaf, yang terdeteksi telah meracuni cara berpikir sebagian masyarakat marginal.
"Pada sisi lain, paham-paham tersebut telah mendorong timbulnya motif-motif terorisme.Seperti separatisme, anarkisme, ultra-nasionalis, marxist revolusioner, serta pembangkangan terhadap nilai-nilai normatif kenegaraan dan kemasyarakatan yang telah mapan," kata Panglima TNI.
Sebelumnya, Direktur Latihan Latgabma tersebut Brigjen TNI (Mar) Buyung Lalana melaporkan,latihan ini sebagai implimentasi strategi dalam menangani penanggulangan teror untuk menghadapi kemungkinan terjadinya serangan teroris yang dapat mengganggu stabilitas keamanan wilayah Malaysia dan Indonesia.
Selain itu, katanya, tujuan latihan tersebut adalah meningkatkan kerja sama, pengertian dan profesionalisme di antara kedua pasukan ATM dan TNI beserta komponen lainnya. "Latihan tersebut dilaksanakan 7 sampai 12 Juni 2013, dengan melibatkan 1.180 personil TNI dan 298 dari ATM," katanya.
Buyung mengatakan, selain latihan, juga akan digelar pengobatan gratis kepada masyarakat Medan. "Pengobatan tersebut akan dibagi di dua tempat, yaitu Lapangan Benteng Medan dan Gaperta Medan," katanya. Acara tersebut hadir, Panglima Angkatan Tentera Malaysia, Jenderal Tan Sri Dato Sri Zulkifeli Bin Mohd Zin, Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho dan Kapolda Sumut Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro dan undangan lainnya.