Minggu, 12 Mei 2013

Teroris Di Indonesia, Merampok Untuk Danai Latihan Militer

Terduga Teroris Sempat Ingin Bakar Pasar Glodok

Jaringan teroris yang baru-baru ini ditangkap Densus 88 ternyata juga pelaku perampokan di sejumlah bank. Dana dari hasil merampok itu akan digunakan untuk membiayai pelatihan militer bagi kader-kader mereka. "Memang untuk itu (pelatihan militer).  Terbukti mereka mencari uang untuk danai latihan," ujar Ketua Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Ansyad Mbai, di sela-sela acara Dialog Ormas-Ormas Islam dalam Mempertahankan NKRI. Menurutnya, dana itu nantinya akan digunakan untuk membeli peralatan militer seperti senjata dan bahan baku bom.

Dia juga mengatakan, jaringan teroris yang baru-baru ini ditangkap beberapa orang di antaranya adalah pemain lama. Oleh karena itu, ia meminta agar masyarakat berhati-hati terhadap tindakan terorisme. Sebab, kata dia, terorisme meruapakan ancaman yang serius.

Seperti diketahui, baru-baru ini Densus 88 telah menangkap 24 orang teroris di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka adalah anak buah dari Abu Roban, teroris yang telah dicari sejak 2012. Kelompok teroris ini diketahui pernah melakukan perampokan di BRI Batang senilai 790 juta, BRI Grobokan senilai 630 juta, dan BRI Lampung senilai 460 juta.

Sabtu (11/5), Republika menurunkan laporan yang mengulas singkat faktor penyebab munculnya terorisme. Disebutkan, dalam beberapa hari terakhir, publik Indonesia dikejutkan dengan kembali tertangkapnya sejumlah terduga teroris yang masih berkeliaran di Indonesia.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tindakan terorisme. "Faktornya banyak, ada kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, keselahpahaman memahami Islam," kata dia di sela-sela acara Dialog Ormas-Ormas Islam dalam Mempertahankan NKRI, di Hotel Grand Sahid Jakarta, Sabtu (11/5).

Menurut dia, kesalahpahaman dalam memahami Islam itu disebabkan oleh adanya paham-paham radikalisme. Namun, dia memastikan tidak ada pesantren di Indonesia yang mengajarkan paham radikal yang akhirnya memunculkan bibit-bibit teroris. "Pesantren yang radikal itu hanya ada di Afganistan dan Pakistan," kata Said.

Pesantren-pesantren yang ada di Indonesia, kata dia, justru yang mempertemukan budaya lokal dengan ajaran Islam. Terutama, lanjut dia, pesantren-pesantren yang berada di bawah Nahdlatul Ulama yang jumlahnya ada 21 ribu. Menurut dia, NU sebagai ormas Islam, juga sudah berusaha menghilangkan bibit-bibit terorisme, yaitu melalui dakwah yang dilakukan para dai.

0 komentar: