Angkatan Laut Kerajaan Thailand (RTN) saat ini dalam diskusi dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) untuk kemungkinan pembelian hingga 20 pesawat transportasi twin-turbo N219, IHS Jane melaporkan.
Pejabat dari PT DI (tidak disebutkan namanya) menghadiri pameran Pertahanan dan Keamanan 2013 di Bangkok, dan pada 5 November mengatakan kepada IHS Jane bahwa pihak PT DI berharap kontrak dengan Thailand bisa ditandatangani pada tahun 2014, yaitu kontrak untuk membangun dan memasok pesawat N219 dengan bekerjasama dengan perusahaan lokal Thailand Aviation Industries (TAI).
Pejabat PT DI itu mengatakan bahwa kemungkinan kontrak ini adalah produksi pesawat tetap dilakukan di Indonesia, dan dengan transfer teknologi pemeliharaan dan perbaikan kepada Thailand Aviation Industries (TAI).
N219, pesawat transportasi dan kargo
Pesawat ini terbuat dari logam dan didesain untuk angkut penumpang maupun kargo. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini memiliki volume kabin terbesar di kelasnya plus pintu fleksibel yang memastikan N219 bisa dipakai untuk mengangkut penumpang dan juga kargo.
N219 diawaki oleh 2 orang kru dengan kapasitas 19 penumpang (konfigurasi 3 sejajar). Pesawat dengan berat kosong 4.309 kg dan maksimum berat saat lepas landas 7.031 kg ini memiliki kecepatan jelajah 394 km/jam dengan jangkauan 1.111 km dan 2.930 km untuk terbang ferry. Harganya sendiri sekitar AS$ 4,5 juta hingga AS$ 5 juta.
N219 memiliki berbagai keunggulan dibanding pesawat sekelasnya. Pertama kemampuan lepas landas dan mendaratnya pendek, yaitu 450 meter. Landasan pun tidak harus di aspal atau beton tapi lapangan rumput juga bisa. Selain itu, daya angkutnya lebih besar 500 kg (total 2.500 kg) dari kompetitor.
Keunggulan lainnya tentu saja di harga yang murah, padahal teknologi yang diusungnya lebih canggih dari pesawat sejenis. Salah satunya adalah avioniknya yang sudah touch screen, sehingga tidak banyak tombol. Meskipun layarnya hanya ada 3, tapi semua informasi ada disitu dan dilengkapi dengan sistem keselamatan.
Program N219 yang penelitiannya dimulai pada 2006 ini merupakan program nasional, sinergi bersama antara BPPT, Ristek LAPAN, Kemenperin, dan Perhubungan. Investasi total pengembangan N219 mencapai AS$ 80 juta.
Pejabat dari PT DI (tidak disebutkan namanya) menghadiri pameran Pertahanan dan Keamanan 2013 di Bangkok, dan pada 5 November mengatakan kepada IHS Jane bahwa pihak PT DI berharap kontrak dengan Thailand bisa ditandatangani pada tahun 2014, yaitu kontrak untuk membangun dan memasok pesawat N219 dengan bekerjasama dengan perusahaan lokal Thailand Aviation Industries (TAI).
Pejabat PT DI itu mengatakan bahwa kemungkinan kontrak ini adalah produksi pesawat tetap dilakukan di Indonesia, dan dengan transfer teknologi pemeliharaan dan perbaikan kepada Thailand Aviation Industries (TAI).
N219, pesawat transportasi dan kargo
Pesawat ini terbuat dari logam dan didesain untuk angkut penumpang maupun kargo. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini memiliki volume kabin terbesar di kelasnya plus pintu fleksibel yang memastikan N219 bisa dipakai untuk mengangkut penumpang dan juga kargo.
N219 diawaki oleh 2 orang kru dengan kapasitas 19 penumpang (konfigurasi 3 sejajar). Pesawat dengan berat kosong 4.309 kg dan maksimum berat saat lepas landas 7.031 kg ini memiliki kecepatan jelajah 394 km/jam dengan jangkauan 1.111 km dan 2.930 km untuk terbang ferry. Harganya sendiri sekitar AS$ 4,5 juta hingga AS$ 5 juta.
N219 memiliki berbagai keunggulan dibanding pesawat sekelasnya. Pertama kemampuan lepas landas dan mendaratnya pendek, yaitu 450 meter. Landasan pun tidak harus di aspal atau beton tapi lapangan rumput juga bisa. Selain itu, daya angkutnya lebih besar 500 kg (total 2.500 kg) dari kompetitor.
Keunggulan lainnya tentu saja di harga yang murah, padahal teknologi yang diusungnya lebih canggih dari pesawat sejenis. Salah satunya adalah avioniknya yang sudah touch screen, sehingga tidak banyak tombol. Meskipun layarnya hanya ada 3, tapi semua informasi ada disitu dan dilengkapi dengan sistem keselamatan.
Program N219 yang penelitiannya dimulai pada 2006 ini merupakan program nasional, sinergi bersama antara BPPT, Ristek LAPAN, Kemenperin, dan Perhubungan. Investasi total pengembangan N219 mencapai AS$ 80 juta.
0 komentar:
Posting Komentar