Pemerintah dalam pengadaan alat utama sistem senjata atau Alutsista menjalin kerja sama dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Perancis, dan Korea Selatan. Masing-masing negara produsen tersebut mempunyai keunggulan teknologi tersendiri. Dari kerja sama itu, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Sisriadi Iskandar mengungkapkan ada strategi tersendiri dari pemerintah Indonesia.
Sisriadi menegaskan pemerintah tidak terikat pada negara tertentu karena Indonesia punya pengalaman embargo tahun 1990-an hingga 2000-an oleh Amerika. Indonesia punya pesawat tapi tidak dapat terbang karena suku cadangnya tak bisa dibelikan. "Karena pengalaman itu makanya kita jadi beli di mana-mana, jadi diembargo di sini kita masih bisa beli di sana,” ujar dia kepada wartawan, kemarin. Selain itu, pemerintah juga tak mau membeli alutsista dari satu sumber karena alasan teknologi. “Amerika itu pelit enggak mau kalau sekalian sama teknologinya,” kata Sisriadi.
Persoalan transfer teknologi memang jadi perhatian tersendiri. Untuk mengoperasikan alat-alat super canggih itu diperlukan keterampilan sumber daya manusia yang tinggi. Sesuai Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, dalam setiap pembelian sistem senjata dari luar negeri wajib ada konten lokal. Bentuknya antara lain pelatihan, kerja sama pembuatan, dan kerja sama operasi.
Sisriadi berujar, kerja sama PT Dirgantara Indonesia dengan Kanada adalah salah satu bentuk kerja sama dan transfer teknologi tersebut. Sementara dari produsen lain, pembelian senjata juga umumnya sepaket dengan training. "Setiap kontrak ada klausul bahwa operator akan dilatih di negara itu. Dan yang kita kirim adalah tenaga-tenaga intinya, jadi nanti dia pulang akan menyebarkan ilmu,” jelasnya. Dia optimistis kemampuan prajurit Tanah Air bisa mengimbangi kecanggihan teknologi alutsista yang baru.
Anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati atau Nuning mengatakan sudah seharusnya industri pertahanan dalam negeri diberi kesempatan besar untuk pembuatan alutsista TNI. "Ini untuk menyesuaikan kebutuhan teritorial wilayah negara dan sistem kemandirian dalam kemampuan yang bisa terus berkembang," ujar politikus Partai Hanura.
Sisriadi menegaskan pemerintah tidak terikat pada negara tertentu karena Indonesia punya pengalaman embargo tahun 1990-an hingga 2000-an oleh Amerika. Indonesia punya pesawat tapi tidak dapat terbang karena suku cadangnya tak bisa dibelikan. "Karena pengalaman itu makanya kita jadi beli di mana-mana, jadi diembargo di sini kita masih bisa beli di sana,” ujar dia kepada wartawan, kemarin. Selain itu, pemerintah juga tak mau membeli alutsista dari satu sumber karena alasan teknologi. “Amerika itu pelit enggak mau kalau sekalian sama teknologinya,” kata Sisriadi.
Persoalan transfer teknologi memang jadi perhatian tersendiri. Untuk mengoperasikan alat-alat super canggih itu diperlukan keterampilan sumber daya manusia yang tinggi. Sesuai Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, dalam setiap pembelian sistem senjata dari luar negeri wajib ada konten lokal. Bentuknya antara lain pelatihan, kerja sama pembuatan, dan kerja sama operasi.
Sisriadi berujar, kerja sama PT Dirgantara Indonesia dengan Kanada adalah salah satu bentuk kerja sama dan transfer teknologi tersebut. Sementara dari produsen lain, pembelian senjata juga umumnya sepaket dengan training. "Setiap kontrak ada klausul bahwa operator akan dilatih di negara itu. Dan yang kita kirim adalah tenaga-tenaga intinya, jadi nanti dia pulang akan menyebarkan ilmu,” jelasnya. Dia optimistis kemampuan prajurit Tanah Air bisa mengimbangi kecanggihan teknologi alutsista yang baru.
Anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati atau Nuning mengatakan sudah seharusnya industri pertahanan dalam negeri diberi kesempatan besar untuk pembuatan alutsista TNI. "Ini untuk menyesuaikan kebutuhan teritorial wilayah negara dan sistem kemandirian dalam kemampuan yang bisa terus berkembang," ujar politikus Partai Hanura.
0 komentar:
Posting Komentar