Menyandang predikat sebagai ‘Macan Asia’ dalam sisi militer, Indonesia pada era 60-an menjelma sebagai kekuatan yang menggetarkan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Dari seabreg perlengkapan tempur modern yang diperoleh dari Uni Soviet, unsur pertahanan udara (Hanud) nyatanya juga sangat diprioritaskan oleh Ir. Soekarno, Presiden RI pertama. Sebagai unsur Hanud, mulai dari pesawat tempur, rudal dan radar, apa yang Indonesia punya saat itu adalah produk tercanggih dimasanya.
Nah, bicara rudal pun banyak versi yang dimliki TNI, dua matra yakni AURI (TNI AU) dan ALRI (TNI AL) juga mengusung rudal-rudal dari varian anti kapal, udara ke udara dan udara ke permukaan yang terbilang mampu membuat negara tetangga dan NATO/AS sempat dibuat keder saat era tersebut.
Nah, bicara rudal pun banyak versi yang dimliki TNI, dua matra yakni AURI (TNI AU) dan ALRI (TNI AL) juga mengusung rudal-rudal dari varian anti kapal, udara ke udara dan udara ke permukaan yang terbilang mampu membuat negara tetangga dan NATO/AS sempat dibuat keder saat era tersebut.
Lebih dalam lagi di segmen rudal darat udara atau bisa disebut rudal anti serangan udara, TNI AU punya ‘kenang-kenangan’ yang amat fenomenal, ini tak lain rudal SA-2 “Guideline” (kode NATO), di negara asalnya Uni Soviet rudal ini diberi kode V-75 “Dvina”. Saking populernya, karena banyak merontokkan pesawat tempur AS, rudal yang pertama kali dibuat oleh pabrik Lavochkin OKB pada tahun 1953 juga dikenal dengan sebutan SAM (Surface to Air Missile)-75.
SA-2 terbilang rudal yang punya reputasi tempur tinggi, dengan sosoknya yang terbilang besar, yakni berat 2,3 ton, panjang 10,6 meter serta diameter 0,7 meter menjadikan SA-2 adalah sosok rudal terbesar yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Dengan bobot hingga ukuran ton, sudah pasti daya jelajah rudal ini terbilang fantastis dan memang SA-2 digolongkan segai rudal darat udara jarak jauh.
Jangkauan SA-2 efektif bisa mencapai 45 km dengan kecepatan 3,5 Mach, sebuah kecepatan yang fantastis, mengingat sejak SA-2 Indonesia belum pernah memiliki rudal darat udara dengan kecepatan diatas 3 Mach (3 kali kecepatan suara). Walau terbilang rudal kelas berat, proses peluncuran SA-2 bisa dilakukan secara cepat bila telah mengunci sasaran. Saat pertama diaktifkan yang menyala adalah engine booster selama 4 sampai 5 detik dan kemudian engine utama akan aktif selama 22 detik dengan kecepatan 3,5 Mach dengan tingkat akurasi 65 meter.
Selain unggul dalam daya jelajah dan kecepatan luncur, jangkauan ketinggian SA-2 pun mengagumkan, yakni bisa mencapai 20.000 meter. Daya hantam SA-2 pun cukup menakutkan dengan hulu ledak high explosive fragmentasi seberat 200 kg. Dengan spesifikasi diatas, jelas SA-2 jadi senjata yang mujarab untuk merontokkan pesawat jet pengintai yang kerap terbang tinggi. Ini terbukti pada 1 Mei 1960 rudal ini dapat menembak jatuh pesawat mata-mata Amerika U-2 ‘Dragon Lady” pada ketinggian 15,24 Km dan berhasil menangkap pilotnya Francis “Gary” Powers.
Parade rudal SA-2 dalam sebuah defile tahun 60-an di Istora Senayan
Kondisi truck Zil 131 AURI, pembawa rudal SA-2
Sisa-sisa SA-2 TNI-AU (AURI)
Selain itu ada peristiwa lain yang mencatat keberhasilan rudal ini dari berbagai variannya adalah pada insiden U-2 Taiwan ditembak jatuh oleh tentara RRC di atas Narching. Lalu Pada bulan Oktober 1962, U-2 Amerika hilang ditembak oleh tentara Kuba di atas pangkalan angkatan laut Banes yang kemudian memicu krisis rudal Cuba.
Berikutnya adalah di ajang Vietnam dengan korban pesawat tempur F-4C Phantom pada bulan Juli di tahun yang sama. Tak heran memang, SA-2 dihadirkan Uni Soviet sebagai kegeraman atas kehadiran pesawat intai U-2 yang kerap masuk ke wilayah Soviet. Dalam operasionalnya, SA-2 digunakan pada tahun 1957 oleh resimen PVO-Strany dan ditempatkan pada suatu daerah dekat kota Sverdiovsk.
Walau tampil menakutkan bagi armada tempur NATO, SA-2 tidak pas untuk menyergap pesawat yang terbang dengan ketinggian rendah yang bermanuver tinggi. SA-2 kodratnya adalah rudal untuk menghantam target pada ketinggian menengah dan tinggi yang bermanuver rendah seperti pesawat pembom dan pesawat mata-mata. Dalam bobot yang besar, SA-2 bukan rudal yang bersifat mobile, platform peluncurannya menggunakan ground mounted. Sedangkan untuk pengiriman rudal menggunakan moda truk.
SA-2 di Indonesia
Kedatangan SA-2 di Bumi Pertiwi tak lepas dari kebutuhan pada saat operasi Trikora. Dalam beberapa literatur diketahui TNI AU mulai mengirimkan teknisi ke Uni Soviet untuk dilatih mengoperasika rudal ini pada tahun 1960. Setiap angkatan siswa yang belajar rudal tersebut dinamakan Naya.
Sesuai dengan petunjuk dari Mabes AURI bahwa pembelian itu bersifat dadakan, sehingga tim TNI AU juga tidak berlama-lama di negara tirai besi. Dalam kunjungan sekitar sebulan itu dibicarakan segala sesuatu mulai dari jumlah yang akan dibeli, bagaimana pengirimannya, bagaimana dan dimana pendidikannya hingga garansi lainnya yang mesti tertera di dalam kontrak.Sementara program pendidikan awak dan teknisi berjalan, di Tanah Air dilakukan persiapan, mulai dari pembangunan hanggar, shelter dan mess. Pada tahun 1962, ada seratus personel yang direkrut dari bintara-bintara yang bertugas di satuan-satuan radar AURI, untuk belajar sistem rudal. Pendidikan radar rudal dilaksanakan di Polandia. Di sana pendidikan khusus bagi calon operator radar di skadron rudal di laksanakan.
Kedatangan SAM-75 mewujudkan sebuah sistem pertahanan udara yang canggih kala itu. Ditambah lagi, puluhan pesawat tempur dan artileri-artileri pertahanan udara telah dimiliki AURI. SAM yang baru diproduksi 1956 dan ditempatkan dalam skala besar di beberapa titik di Uni Soviet pada 1958, tak pelak lagi menjadi pergunjingan sehebat Tu-16 dan MiG-21 yang telah hadir lebih dulu. Bahkan pada tahun-tahun itu, hanya negara Pakta Warsawa yang diijinkan menggelar alutsista tersebut. Maka sangat mencurigakan bila Indonesia yang jauh di seberang lautan, tiba-tiba berhasil mendapatkan persenjataan tersebut.SA-2 Sang Perisai Ibukota
Bila terjadi insiden pertempuran yang melibatkan operasi udara, sangat wajar bila target utama yang disasar adalah Ibukota RI, Jakarta. Dan SA-2 pun dihadirkan tak lain untuk mengamankan wilayah udara di beberapa instalasi strategis, termasuk Jakarta.
Dengan Skep Men/Pangau Nomor 53 Tahun 1963 tanggal 12 September 1963, dalam rangka mempertahankan wilayah kedaulatan udara nasional, dilakukan pembagian unsur-unsur rudal Hanud dalam pelaksanaan operasi, berada di bawah naungan Wing Pertahanan Udara (WPU) 100, membawahi 3 skadron peluncur dan 1 skadron teknik peluru kendali Yaitu :
1. Skadron 101 Peluncur peluru kendali darat ke udara SA-75 (di Cilodong)
2. Skadron 102 Peluncur peluru kendali darat ke udara SA-75 (di Tangerang)
3. Skadron 103 Peluncur peluru kendali darat ke udara SA-75 (di Cilincing)
4. Skadron Teknik 104 Penyiap Peluru Kendali (di Pondok Gede).
Tugas dari pada WPU 100 Peluru Kendali, pertama adalah mengatur, mengkoordinasikan dan memimpin langsung kegiatan-kegiatan dalam rangka pertahanan udara yang meliputi usaha penghancuran dengan peluru kendali terhadap sasaran-sasaran musuh/lawan, baik didalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia. Kedua adalah mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi latihan yang membawa semua kesatuan yang dibawahnya dalam keadaan siaga.
WPU 100 Peluru Kendali berpangkalan di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Rencananya juga akan ditempatkan di Bekasi dan Surabaya, namun perangnya (Trikora) urung. Surabaya pertimbangannya karena di sana pusat Angkatan Laut. Kalau tiga skadron pertama merupakan skadron operasional, maka Skadron 104 merupakan skadron penyiap (Satpen) yang bertanggungjawab menyiapkan rudal-rudal yang akan ditempatkan di ketiga skadron operasional.
Nyaris Terjadi Insiden
Selama kampanye Trikora, SA-2 disiapkan membentengi Jakarta, tak banyak cerita seputar masa genting itu, mengingat pada 1962 Belanda dan Indonesia sepakat menyelesaikan pertikaian di meja runding. Namun satu peristiwa pantas disimak dengan keberadaan SA-2 adalah pada suatu saat radar rudal menangkap adanya target dalam jarak tembaknya.
Seperti biasa, anggota Skadron Peluncur 102 bersiaga seperti hari-hari sebelumnya. Namun, tiba-tiba keluar perintah yang menegangkan, bahwa sebuah pesawat intai strategis U-2 Dragon Lady melintas di Teluk Jakarta. Kejadian itu segera dilaporkan ke Panglima Kohanud. Oleh panglima diteruskan kepada Presiden lewat jalur ‘telepon merah’ untuk menunggu perintah selanjutnya. Sementara operator radar sudah mengunci posisi U-2. Bisa dibayangkan bila Bung Karno saat itu ada di tempat ketika telepon berdering dari Panglima Kohanud, tidak seorang pun bisa membayangkan bagaimana perang yang akan terjadi kemudian. Namun saat itu, RI-1 sedang tidak ada di tempat dan target kemudian melarikan diri. Menurut sumber dari Wikipedia, hingga saat ini rudal SA-2 sudah diproduksi sekitar 4600 unit dalam berbagai varian. Sebagian besar penggunanya jelas para negara-negara sahabat Uni Soviet/Rusia. Di lingkungan ASEAN, tercatat hanya Vietnam yang juga pernah mengoperasikan rudal ini.
S-300
Sebagai rudal yang dikendalikan lewat gelombang radio, SA-2 rawan menghadapi aksi jamming, untuk itu pihak Rusia berhenti menggunakan rudal ini pada tahun 1980, dan kini mengadopsi rudal anti serangan udara yang superior, yakni SA-10/SA-12, atau juga dikenal dengan subutan keluarga rudal S-300.
Spesifikasi SA-2
Spesifikasi SA-2
Pabrik : Lavochkin OKB
Berat : 2.300 kg
Panjang : 10,6 meter
Diameter : 0,7 meter
Penggerak : Solid fuel booster dan liquid fuel upper stage operational
Hulu ledak : 200 kg
Daya jangkau : 45 km
Batas ketinggian: 20.000 meter
Kecepatan : 3,5 Mach
Pengendali : radio
Berat : 2.300 kg
Panjang : 10,6 meter
Diameter : 0,7 meter
Penggerak : Solid fuel booster dan liquid fuel upper stage operational
Hulu ledak : 200 kg
Daya jangkau : 45 km
Batas ketinggian: 20.000 meter
Kecepatan : 3,5 Mach
Pengendali : radio
0 komentar:
Posting Komentar