Polwan
Kowad
Kontroversi soal aturan Kapolri yang melarang polisi wanita (polwan) berhijab mendapat reaksi dari Wadah Silaturahim Muslimah Wanita TNI-Polwan. Dalam suratnya seorang perwakilannya yang bernama Flora Eka Sari mengungkapkan protesnya terhadap larangan tersebut. "Apa yang menjadi diskusi diantara masyarakat dan anggota wanita TNI dan polwan adalah sesuatu yang sulit untuk dibicarakan, yaitu kebolehan menggunakan Hijab bagi wanita TNI dan polwan.
Lingkup pekerjaan luas yang membutuhkan rasa aman, penjagaan fitrah disertai sikap profesional dalam bertugas tentu tidak terhalangi oleh Hijab. Pendidikan taruni wanita TNI, penanganan narkoba, penjaga ketertiban berlalu lintas, sampai penugasan ke luar negeri merupakan bagian tugas insan pada kedua institusi tersebut.
Jati diri dan profesionalitas adalah harga diri suatu bangsa. Dan, hal itu lebih mulia jika diisi dengan nilai ketakwaan. Alquran, pancasila, dan UUD 1945 serta nilai yang terkandung dalam Sapta Marga dan Tribrata harus dihormati kedua institusi besar itu. Percayalah, justru sejarah telah membuktikan dengan nilai religiusitas yang tinggi, TNI dan Polri dapat menjaga pertahanan dan keamanan negara".
Kecaman Dari Para Ulama Di Tanah Air
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin, mengecam aturan yang melarang polisi wanita (polwan) untuk berhijab. “Itu adalah kebijakan yang tidak bijak,” ujarnya Din kepada Republika Online menanggapi aturan Polri yang tak membolehkan polwan mengenakan Hijab. Menurut dia, kebijakan yang melarang polwan berhijab melanggar konstitusi. Din menegaskan, dalam UUD 1945 Pasal 29 negara menjamin hak-hak warga negaranya dalam menjalankan ibadah sesuai agama yang dipeluknya.
Pemakaian Hijab, kata Din, merupakan ibadah, karena itu merupakan salah satu pelaksanaan dalam syariat Islam bagi perempuan. Jika seorang Muslimah ingin mengenakan Hijab, menurut Din, tidak boleh ada yang melarang. Aparatur negara, seperti kepolisian ini harus bisa memberikan dispensasi melalui ketentuan umum.
“Jika itu bisa dilaksanakan berarti kepolisian bisa menjalankan amar dari konstitusi,” tuturnya. Petugas polwan yang ingin memakai Hijab, kata dia, harus dihormati, dihargai, dan tidak dianggap sebagai pelanggaran.
Lingkup pekerjaan luas yang membutuhkan rasa aman, penjagaan fitrah disertai sikap profesional dalam bertugas tentu tidak terhalangi oleh Hijab. Pendidikan taruni wanita TNI, penanganan narkoba, penjaga ketertiban berlalu lintas, sampai penugasan ke luar negeri merupakan bagian tugas insan pada kedua institusi tersebut.
Jati diri dan profesionalitas adalah harga diri suatu bangsa. Dan, hal itu lebih mulia jika diisi dengan nilai ketakwaan. Alquran, pancasila, dan UUD 1945 serta nilai yang terkandung dalam Sapta Marga dan Tribrata harus dihormati kedua institusi besar itu. Percayalah, justru sejarah telah membuktikan dengan nilai religiusitas yang tinggi, TNI dan Polri dapat menjaga pertahanan dan keamanan negara".
Kecaman Dari Para Ulama Di Tanah Air
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin, mengecam aturan yang melarang polisi wanita (polwan) untuk berhijab. “Itu adalah kebijakan yang tidak bijak,” ujarnya Din kepada Republika Online menanggapi aturan Polri yang tak membolehkan polwan mengenakan Hijab. Menurut dia, kebijakan yang melarang polwan berhijab melanggar konstitusi. Din menegaskan, dalam UUD 1945 Pasal 29 negara menjamin hak-hak warga negaranya dalam menjalankan ibadah sesuai agama yang dipeluknya.
Pemakaian Hijab, kata Din, merupakan ibadah, karena itu merupakan salah satu pelaksanaan dalam syariat Islam bagi perempuan. Jika seorang Muslimah ingin mengenakan Hijab, menurut Din, tidak boleh ada yang melarang. Aparatur negara, seperti kepolisian ini harus bisa memberikan dispensasi melalui ketentuan umum.
“Jika itu bisa dilaksanakan berarti kepolisian bisa menjalankan amar dari konstitusi,” tuturnya. Petugas polwan yang ingin memakai Hijab, kata dia, harus dihormati, dihargai, dan tidak dianggap sebagai pelanggaran.