Amerika Serikat (AS) menentang sikap Turki yang memilih perusahaan Cina membantu mengembangkan sistem pertahanan rudalnya. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, ini menjadi persoalan serius. Pekan ini, Turki memutuskan melakukan kerja sama dengan perusahaan dari Cina, Precision Machinery Import and Export Corp. Mereka meninggalkan perusahaan-perusahaan dari AS, Rusia, maupun negara-negara Eropa lainnya.
Turki memilih sistem pertahanan rudal FD-2000 buatan CPMIEC. AS menyatakan, perusahaan tersebut berada dalam daftar sanksi negara mereka. Sebab, perusahaan asal Cina itu membantu Iran, Korea Utara, dan Suriah dalam pengembangan senjata. “Kami memandang serius langkah Turki melakukan kontrak dengan perusahaan yang kami jatuhi sanksi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS. Apalagi, sistem yang dikembangkan itu tak akan bisa dioperasikan bersama dengan negara mitra lainnya.
Khususnya, negara-negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Ia mengatakan, AS akan melakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai hal ini dengan Turki. Sejumlah pengamat pertahanan dari Barat mengaku terkejut dengan langkah Turki.
Mereka sebelumnya menduga Turki akan memilih Raytheon Co, perusahaan asal AS yang membangunan rudal Patriot. Apalagi, selama ini Turki dikenal merupakan sekutu AS. Pilihan alternatif lainnya adalah Eurosam SAMP/T, perusahaan gabungan Prancis dan Italia.
Para pengamat lainnya menyatakan, sikap Turki merupakan pesan tegas dari Turki. Pemerintahan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan ingin mengatakan, Turki memiliki mitra alternatif selain negara-negara anggota NATO. “Turki menginginkan kerja sama dengan pemain global lainnya, yaitu Cina,” kata pakar ekonomi Universitas Turgut Ozal Ramazan Tas, seperti dikutip laman berita //Todays Zaman//, Jumat (27/9). Turki, kata dia, juga tak mau terlalu bergantung pada Barat.
Ia menambahkan, dengan bermitra dengan Cina, Turki berharap ada transfer teknologi. Sebab, perusahaan Turki akan bersama-sama mengerjakan sistem pertahanan rudal dan rudal jarak jauh dengan perusahaan Cina itu.
Selama ini, Turki mengembangkan program untuk memperkuat industri lokal. Kebijakan memilih melibatkan perusahaan dalam negeri dan Cina dalam mengembangkan sistem itu dianggap tepat. Jumlah kontrak yang ditandatangani nilainya sebesar 4 miliar dolar AS.
Turki memilih sistem pertahanan rudal FD-2000 buatan CPMIEC. AS menyatakan, perusahaan tersebut berada dalam daftar sanksi negara mereka. Sebab, perusahaan asal Cina itu membantu Iran, Korea Utara, dan Suriah dalam pengembangan senjata. “Kami memandang serius langkah Turki melakukan kontrak dengan perusahaan yang kami jatuhi sanksi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS. Apalagi, sistem yang dikembangkan itu tak akan bisa dioperasikan bersama dengan negara mitra lainnya.
Khususnya, negara-negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Ia mengatakan, AS akan melakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai hal ini dengan Turki. Sejumlah pengamat pertahanan dari Barat mengaku terkejut dengan langkah Turki.
Mereka sebelumnya menduga Turki akan memilih Raytheon Co, perusahaan asal AS yang membangunan rudal Patriot. Apalagi, selama ini Turki dikenal merupakan sekutu AS. Pilihan alternatif lainnya adalah Eurosam SAMP/T, perusahaan gabungan Prancis dan Italia.
Para pengamat lainnya menyatakan, sikap Turki merupakan pesan tegas dari Turki. Pemerintahan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan ingin mengatakan, Turki memiliki mitra alternatif selain negara-negara anggota NATO. “Turki menginginkan kerja sama dengan pemain global lainnya, yaitu Cina,” kata pakar ekonomi Universitas Turgut Ozal Ramazan Tas, seperti dikutip laman berita //Todays Zaman//, Jumat (27/9). Turki, kata dia, juga tak mau terlalu bergantung pada Barat.
Ia menambahkan, dengan bermitra dengan Cina, Turki berharap ada transfer teknologi. Sebab, perusahaan Turki akan bersama-sama mengerjakan sistem pertahanan rudal dan rudal jarak jauh dengan perusahaan Cina itu.
Selama ini, Turki mengembangkan program untuk memperkuat industri lokal. Kebijakan memilih melibatkan perusahaan dalam negeri dan Cina dalam mengembangkan sistem itu dianggap tepat. Jumlah kontrak yang ditandatangani nilainya sebesar 4 miliar dolar AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar