Rabu, 05 Juni 2013

Komisi III Perjelas Kecurigaan Hibah Alutsista Negara Asing

https://lh5.googleusercontent.com/-ZGith5tnkJg/Ua6Ya3ZwkmI/AAAAAAAAAqo/Kl4mYtq-kJE/w831-h554-no/WiscANG-F16-hangar4.jpg

Wakil ketua Komisi I DPR (F-PDIP), TB Hasanudin merespon  pernyataan Juru Bicara TNI AU, Kolonel Bambang Supriyadi terkait kecurigaan terhadap hibah Alutsista dari negara asing. Menurutnya, hal ini perlu mendapatkan respon dari pemerintah maupun DPR. Terlebih, sejak awal, penerimaan dana hibah tersebut telah dikritisi oleh Komisi I DPR.

Menurut TB Hasanudin, Alutsista yang dihibahkan negara lain tersebut, akhirnya justru menyedot anggaran TNI untuk pemeliharaan Alutsista. Padahal, menurutnya, tidak efektif digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

Baca juga: Dahlan Iskan: "Jangan Mau di Belakang" dan Demokrat Tak Persoalkan Hibah Hercules dari Australia

“Komisi 1 sudah mengkritisi masalah hibah hibah aneh ini. Pada tahun 2011 sesuai dengan Renstra TNI akan membeli 6 unit F 16 blok 52 yang merupakan unit tercanggih dan terbaru seharga USD 600 juta, tapi kemudian pemerintah CQ Kasau saat itu tiba-tiba memutuskan  menerima hibah pesawat-pesawat F 16  (bekas US National Guard) yang sudah teronggok di gurun Arizona  sebanyak 24 unit” ujar  TB Hasanudin di
Gedung DPR RI, senayan Jakarta, Selasa (04/06/2013) .

“TNI kemudian harus membayar lebih dari USD 700 juta untuk meretrofit, memperbaikinya dan membawanya, dan tetap dalam standar pesawat tua, blok 25 dan blok 32. Dari jumlah mungkin kita bertambah, tapi dari efek daya tangkal terhadap sistim pertahanan udara , hampir tak ada artinya karena negara-negara sekitar kita pun sudah mau meng-grounded-kan pesawat-pesawat tua ini,” katanya.

“Tahun 91 an TNI AL pernah juga menerima puluhan kapal ex-Jerman Timur, negara saat itu harus mengeluarkan anggaran yang tak sedikit,  dan sekarang kapal-kapal itu menjadi beban  pemeliharaan selamanya, tapi sudah tak efisien/efektif lagi untuk dipakai,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, pemerintah dan DPR harus susuk bersama mendefinisikan penerimaan hibah agar mengandung muatan motif politik bangsa lain, yang tidak menguntungkan Indonesia. Terlebih, penerimaan hibah dinilai membuka peluang keuntungan bagi para calo hibah tersebut.

“Ke depan  pemerintah dan DPR harus duduk bersama , membuat definisi yang benar, apa itu hubah? Agar hibah benar-benar hibah murni. Tidak ada motif politik negara lain sifatnya mengikat. Apalagi hanya menguntungkan calo,” tandasnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar