Jumlahnya premanisme dan kriminalitas yang semakin meningkat saja dari tahun ke tahun. Sebut saja pemerkosaan, perampokan, pencurian, kerusuhan dan lain sebagainya. Memang aparat penegak hukum tidak lantas tinggal diam, namun sepertinya kurang bisa mengimbangi. Atau paling tidak mampu memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat bahwa lingkungannya aman. Situasi ini kembali mengingat kita pada tahun 1980-an.
Kisah tentang OPERASI CLURIT bentukkan militer rezim orba. Operasi militer ‘terselubung’ yang justru terkenal dijuluki Petrus. Kependekan dari Penembak Misterius. Sebenarnya terselubung banget sih nggak juga. Karena pada waktu itu penguasa militer pun secara tidak langsung ‘mengakui’ keberadaan Petrus secara tersirat maupun tersurat.
Kisah tentang OPERASI CLURIT bentukkan militer rezim orba. Operasi militer ‘terselubung’ yang justru terkenal dijuluki Petrus. Kependekan dari Penembak Misterius. Sebenarnya terselubung banget sih nggak juga. Karena pada waktu itu penguasa militer pun secara tidak langsung ‘mengakui’ keberadaan Petrus secara tersirat maupun tersurat.
Sasaran dari Petrus adalah orang-orang yang dianggap meresahkan. Dianggap mengganggu. Dianggap sampah ketentraman rakyat. Tidak jelas, bagian dari militer mana yang ditugaskan untuk menjadi Petrus. Target utama Petrus adalah para pelaku kriminal residivis kambuhan langganan keluar masuk penjara yang sangat sulit di ‘insyaf’-kan dan premanisme. Walaupun terkadang konon ada juga pelaku kriminal ‘newbie’ yang apes meregang nyawa ditangan algojo Petrus.
Dalam melakukan aksinya, Petrus terkenal sangat rapi, profesional, berdarah dingin namun tepat sasaran. Semua korbannya kebanyakkan ‘dipertontonkan’. Ada yang dibungkus karung, dibuang ke selokan, didepan rumah warga, dan lain sebagainya. Ada pula yang ‘hilang’. Entah dibuang ke sungai, laut, kebun kosong bahkan hutan belantara.
Pada era itu, eksistensi Petrus banyak sekali menimbulkan kontroversi. Tidak hanya didalam negeri, pun diluar negeri. Terutama dari kelompok yang giat menyuarakan HAM (Hak Asasi Manusia). Namun dibalik pro dan kontra yang terjadi, Petrus telah sukses mengemban misi utamanya. Apakah itu? Memberikan efek shock therapy. Efek yang sangat ampuh memberikan rasa aman dan tenteram pada masyarakat luas.
Istilah beliau adalah ‘treatment’. “Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan begitu saja. Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak”. “Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy”.
Dahulu banyak juga pihak yang menyayangkan, target Petrus hanyalah bajingan-bajingan tengik kelas cere, kelas teri, bukan penjahat kerah putih. Penjahat berdasi. penjahat berdasi bukan urusan Petrus. Penjahat berdasi tidak langsung membuat ‘keonaran’ dalam kehidupan masyarakat. Rasa aman dan tentram dalam menjalani kehidupan dari pelaku kriminal-lah yang paling dibutuhkan oleh rakyat.
Kasus-kasus
penembakan misterius (petrus) pada 1982-1985 silam kini jadi bahan
pembicaraan lagi. Pekan lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) menemukan ada pelanggaran HAM berat dalam pembunuhan sistematis
atas para preman dan orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan.
Temuan ini sudah kami serahkan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti,” kata Ketua Tim Adhoc Penyelidik Pelanggaran HAM dalam kasus Petrus, Stanley Adi Prasetyo. Penyelidikan Komnas HAM menemukan bahwa ada indikasi kuat pemerintah Orde Baru sengaja merestui sebuah program pembunuhan massal untuk mengatasi gangguan keamanan kala itu. Benarkah ?
Kesaksian Seorang Pria yang pernah Menjalankan Operasi Petrus di Pulau Jawa.
Namanya ******, bekas Komandan Kodim **** ****karta. Setelah menjabat komandan militer, dia sempat menjadi Bupati Boyolali sampai 1994. Kini Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI (Pepabri). Berikut ini petikan wawancaranya:
Apa latar belakang operasi Petrus pada 1980-an?
Kondisi keamanan masyarakat ketika itu sangat terganggu oleh keberadaan para gali. Anda tahu apa itu gali? Gabungan anak liar. Mereka sangat menganggu dan meresahkan masyarakat sehingga harus diberantas. Operasi Petrus itu mulai November 1982, saat saya bertugas di Yogyakarta sebagai Dandim.
Apa buktinya preman kala itu mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat?
Indikasinya sangat jelas, setiap malam hari para mahasiswa di Yogyakarta sudah tak berani keluar karena takut pada gali. Operasi petrus adalah shock therapy supaya tidak ada tindak kejahatan lagi.
Bagaimana awal mulanya Operasi Petrus dijalankan?
Saat kondisi keamanan terganggu, saya melapor ke Pangdam Diponegoro, Pak Ismail. Dia bilang, »Ya sudah diberantas saja.” Saya lalu bilang, »Siap laksanakan.” Saya segera berkoordinasi dengan polisi.
Untuk apa?
Kami membuat daftar nama preman. Sumber datanya berasal dari laporan masyarakat yang kemudian disaring di Badan Koordinasi Intelijen. Badan Koordinasi Intelijen ini berisi intel Kodim, intel polisi serta intel kejaksaan.
Berapa jumlah preman yang masuk dalam daftar Anda?
Saya lupa. Sudah lama kok.
Setelah didaftar lalu bagaimana?
Setelah itu, semua preman yang masuk daftar diumumkan dan dipanggil. Para preman diminta lapor untuk diberi Kartu Tanda Lapor (KTL). Semua preman yang sudah bisa menunjukan KTL akan aman.
Yang tidak bisa menunjukkan KTL?
Ya sesuai standar, ada operasi. Jika premannya malah lari maka diberi tembakan peringatan tiga kali. Jika tetap lari, akan ditembak kakinya. Tapi, kadang-kadang ya, tembakan itu malah kena kepala atau tubuh, karena medannya naik turun atau dia malah merunduk. Itu semua di luar dugaan.
Berapa preman yang tewas dalam operasi ini?
Saya tidak ingat. Sudah lama sekali.
Apakah menurut Anda, penembakan misterius ini melanggar aturan?
Saya kira tidak melanggar. Buktinya, saat itu tak ada reaksi penolakan masyarakat. Gali-gali itu sudah sangat meresahkan masyarakat.
Apakah sekarang Anda menyesal karena berperan menghilangkan nyawa banyak orang?
Waktu itu, ada perintah dari atasan.
Apa kira-kira Pangdam Diponegoro juga mendapat perintah dari atasannya?
Saya tidak tahu, tapi saat itu yang jelas ada operasi Petrus di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Temuan ini sudah kami serahkan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti,” kata Ketua Tim Adhoc Penyelidik Pelanggaran HAM dalam kasus Petrus, Stanley Adi Prasetyo. Penyelidikan Komnas HAM menemukan bahwa ada indikasi kuat pemerintah Orde Baru sengaja merestui sebuah program pembunuhan massal untuk mengatasi gangguan keamanan kala itu. Benarkah ?
Kesaksian Seorang Pria yang pernah Menjalankan Operasi Petrus di Pulau Jawa.
Namanya ******, bekas Komandan Kodim **** ****karta. Setelah menjabat komandan militer, dia sempat menjadi Bupati Boyolali sampai 1994. Kini Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI (Pepabri). Berikut ini petikan wawancaranya:
Apa latar belakang operasi Petrus pada 1980-an?
Kondisi keamanan masyarakat ketika itu sangat terganggu oleh keberadaan para gali. Anda tahu apa itu gali? Gabungan anak liar. Mereka sangat menganggu dan meresahkan masyarakat sehingga harus diberantas. Operasi Petrus itu mulai November 1982, saat saya bertugas di Yogyakarta sebagai Dandim.
Apa buktinya preman kala itu mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat?
Indikasinya sangat jelas, setiap malam hari para mahasiswa di Yogyakarta sudah tak berani keluar karena takut pada gali. Operasi petrus adalah shock therapy supaya tidak ada tindak kejahatan lagi.
Bagaimana awal mulanya Operasi Petrus dijalankan?
Saat kondisi keamanan terganggu, saya melapor ke Pangdam Diponegoro, Pak Ismail. Dia bilang, »Ya sudah diberantas saja.” Saya lalu bilang, »Siap laksanakan.” Saya segera berkoordinasi dengan polisi.
Untuk apa?
Kami membuat daftar nama preman. Sumber datanya berasal dari laporan masyarakat yang kemudian disaring di Badan Koordinasi Intelijen. Badan Koordinasi Intelijen ini berisi intel Kodim, intel polisi serta intel kejaksaan.
Berapa jumlah preman yang masuk dalam daftar Anda?
Saya lupa. Sudah lama kok.
Setelah didaftar lalu bagaimana?
Setelah itu, semua preman yang masuk daftar diumumkan dan dipanggil. Para preman diminta lapor untuk diberi Kartu Tanda Lapor (KTL). Semua preman yang sudah bisa menunjukan KTL akan aman.
Yang tidak bisa menunjukkan KTL?
Ya sesuai standar, ada operasi. Jika premannya malah lari maka diberi tembakan peringatan tiga kali. Jika tetap lari, akan ditembak kakinya. Tapi, kadang-kadang ya, tembakan itu malah kena kepala atau tubuh, karena medannya naik turun atau dia malah merunduk. Itu semua di luar dugaan.
Berapa preman yang tewas dalam operasi ini?
Saya tidak ingat. Sudah lama sekali.
Apakah menurut Anda, penembakan misterius ini melanggar aturan?
Saya kira tidak melanggar. Buktinya, saat itu tak ada reaksi penolakan masyarakat. Gali-gali itu sudah sangat meresahkan masyarakat.
Apakah sekarang Anda menyesal karena berperan menghilangkan nyawa banyak orang?
Waktu itu, ada perintah dari atasan.
Apa kira-kira Pangdam Diponegoro juga mendapat perintah dari atasannya?
Saya tidak tahu, tapi saat itu yang jelas ada operasi Petrus di hampir seluruh wilayah Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar