Rabu, 06 November 2013

NATO Ragukan Kualitas Sistem Rudal Cina

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg52WjHOk2twLpv0CuRIuIMpD1fxnoV-aB_Nqnhsxx1ipEgTTzbS8Bc_7fWBnqLiFc0OW6ZPJ9wz6jrmIKUoKsEnGRvxOaAUA-8prmmI1AKEpKBMSRnGxCdHUMgaZu-OYS-RE7pXjCNa3s/s1600/FD2000_HQ-9.jpg

Komandan militer NATO mendesak Turki pada hari Rabu (6/11) untuk membeli sistem pertahanan rudal yang kompatibel dengan sistem NATO lainnya. Dia meragukan kualitas sistem rudal Cina yang akan dibeli oleh Turki.

Komentar Panglima Angkatan Udara AS Jenderal Philip Breedlove, yang juga Panglima Tinggi Militer NATO, menambah tekanan pada Ankara untuk memikirkan kembali keputusannya soal pembelian sistem pertahanan rudal Cina. Turki, anggota aliansi militer NATO, mengumumkan pada September lalu bahwa mereka telah memilih sistem pertahanan rudal FD-2000 dari perusahaan ekspor impor mesin presisi Cina (CPMIEC).

Padahal, CPMIEC mendapat sanksi AS karena terlibat transaksi dengan Iran, Korea Utara, dan Suriah. Seraya menekankan bahwa Turki bebas untuk memilih, Breedlove menambahkan keprihatinannya adalah bahwa semua anggota NATO mengambil keputusan untuk membantu pertahanan kolektif organisasi ini dan peralatan yang dipilih sesuai dengan sistem NATO lainnya.

"Dalam pembicaraan saya dengan para pejabat militer Turki, poin penting adalah bahwa kita memiliki sistem yang benar-benar cocok untuk menghubungkannya ke jaringan NATO," ujarnya. Breedlove tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan kecocokan, tetapi beberapa diplomat NATO mengatakan, penggunaan peralatan Cina dalam sistem NATO akan meningkatkan kekhawatiran keamanan cyber.

AS Tempatkan Pertahanan Rudal di Polandia

http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/rudal-jelajah-iran-_110928195046-839.jpg

Amerika Serikat (AS) akan melanjutkan rencana pertahanan rudal di Eropa meski hubungan dengan Iran, salah satu ancaman utama yang ingin ditangkal oleh sistem ini, perlahan membaik. AS berharap dapat menempatkan sistem pencegat rudal itu di utara Polandia pada 2018, atau tiga tahun sesudah suatu situs serupa di Rumania beroperasi. Pangkalan baru di Polandia akan melindungi Eropa dan AS dari potensi serangan rudal balistik Iran.

Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri AS John Kerry hari Selasa, saat singgah di Polandia menjelang lawatan ke Timur Tengah. Di Polandia, ia ditanyai soal apakah elemen sistem pertahanan di negara Eropa Timur itu bisa ditanggalkan, mengingat diplomasi dan negosiasi internasional terkait program nuklir Iran terus berlanjut.

“Tak ada kesepakatan dengan Iran,” demikian jawab Kerry dalam konferensi pers di Warsawa. “Tak ada yang berubah. Rencana pertahanan rudal sesuai sasaran,” tegasnya.

Kerry menambahkan, “Kami berniat mempersiapkan tahap berikutnya untuk 2018 dan akan mendirikan situs [antirudal] tersebut pada periode itu. Tak ada yang berubah pada saat ini dan saya memperkirakan tak akan berubah pada masa depan.”

Babak baru perundingan nuklir antara Iran dan negara-negara terkuat dunia dijadwalkan bergulir pada Kamis ini di Jenewa. Teheran menghadapi tekanan dari masyarakat internasional yang ingin menginspeksi fasilitas nuklir Iran. Lembaga pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Selasa menyatakan Iran telah mengundang direktur jenderal organisasi itu ke negara mereka. Undangan masih dipertimbangkan.

Pesan Kerry dalam program pertahanan rudal Polandia sudah jelas. Ia menegaskan Washington tak akan mengabaikan rencana tanggap darurat guna menangkal ancaman Iran. Kementerian Luar Negeri Rusia belum merespons pernyataan Kerry. Yang pasti, Rusia telah lama menentang program pertahanan rudal AS yang berpangkalan di dekat Polandia dan Rumania.

Di bawah rencana pertahanan rudal bagi Eropa—yang dirancang mantan Presiden AS George W. Bush—Polandia bakal menjadi area pertahanan regional pada 2015. Rencana tersebut memicu kemarahan Rusia. Negeri Beruang Merah mengancam bakal menempatkan lebih banyak rudal di daerah perbatasan Kaliningrad. Sebabnya, Rusia meyakini sistem pertahanan rudal di Polandia—yang berdekatan dengan perbatasan Rusia—bakal memperlemah kemampuan Moskow.
Dihadapkan pada kegusaran Rusia yang pernah menjadi penguasa komunisnya, Polandia berencana menginvestasikan sekitar $45 miliar pada 2022 dalam sektor peralatan militer. Kerry menyatakan perusahaan AS akan “bersaing keras” mendapatkan kontrak pengadaan peralatan untuk program itu.

Rusia Bakal Kerahkan Rudal Yars di Akhir Tahun

http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/ilustrasi-uji-coba-peluru-kendali-balistik-s-300-dalam-berbagai-_120706225301-661.jpg

Rusia akan mempersenjatai dua resimen lagi Pasukan Peluru Kendali Strategis (SMF) dengan sistem rudal balistik mobile pada akhir 2013, kata Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, Rabu (6/11). "Kita sedang menghadapi tugas penting untuk menjaga keseimbangan sistem pencegahan strategis, yang membuat pemeliharaan dan dilengkapi kembali secara tepat waktu kekuatan nuklir strategis di area utama pengembangan militer," kata Shoigu.

SMF sejauh ini dilengkapi dengan dua resimen dari Divisi Rudal Teikovo di Rusia tengah dengan sistem Yars.
Dua resimen terdiri dari total 18 sistem rudal dan beberapa pos komando mobile, menurut Kementerian Pertahanan. Shoigu tidak mengatakan di mana rudal baru itu akan dikerahkan, tetapi menyebutkan bahwa mereka akan menjadi yang pertama diuji coba di Divisi Rudal Novosibirsk, yang berbasis di Siberia.

Menurut rencana yang diumumkan sebelumnya oleh Departemen Pertahanan, divisi Novosibirsk diharapkan untuk menerima sistem Yars mobile, sementara divisi Kozelsk di Rusia tengah akan dipersenjatai dengan versi berbasis silo dari sistem itu.

Sistem rudal Yars dipersenjatai dengan rudal balistik antar-benua RS-24, yang memiliki daya tempur jauh lebih baik dan kemampuan operasional dari Topol-M (SS-27 Stalin). SMF sebelumnya mengatakan Topol-M dan rudal balistik RS-24 akan menjadi andalan komponen berbasis darat dari triad nuklir Rusia dan akan menjelaskan tidak kurang dari 80 persen dari arsenal SMF pada tahun 2016.

TNI dan Tentara China Gelar Latihan Tempur Bersama


Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili oleh Korps Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU dan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA Air Force) menggelar latihan tempur bersama dengan sandi Sharp Knife Airborne 2013 di Markas Korps Pasukan Khas (Korpaskhas) Landasan Udara (Lanud) Sulaiman, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/11/2013). 

Menurut Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Paskhas Kolonel Rolland DG Waha, yang juga menjabat sebagai direktur latihan, kegiatan tersebut akan berlangsung selama 10 hari ke depan. 

"Ini merupakan program pemerintah kita. Latihan Sharp Knife Airborne 2013 ini adalah yang ketiga. Yang pertama tahun 2011 dilakukan di Kopassus di Batujajar. Kemudian, kita kunjungan balasan ke China tahun 2012," kata Rolland saat ditemui di Lanud Sulaiman, Rabu siang.

Rolland menambahkan, angkatan udara dari kedua negara ini nantinya akan bertukar pengetahuan dan wawasan seputar dunia militer di masing-masing negara. Materi yang akan dilatih, kata Rolland, mulai dari kegiatan perorangan, latihan tempur, latihan terjun payung, hingga bela diri. 

"Sebenarnya, hampir semua materi yang ada di mereka sudah kita miliki, cuma yang membedakan bentuk dan tipenya saja. Jadi, kalau mereka punya halang rintang, kita juga punya. Cuma modelnya yang berbeda sehingga protapnya juga berbeda," bebernya. 

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Korpaskhas Mayor Rivaid menambahkan, latihan gabungan tersebut menyertakan 60 personel dari PLA Air Force China dan 120 prajurit Korps Paskhas. 

"Sebenarnya, ini latihan TNI secara keseluruhan, tapi pada periode ini latihan diserahkan ke Korpaskhas," ujar Rivaid. 

Rivaid menambahkan, meskipun Pasukan Pembebasan China membawa sendiri sebagian peralatan yang dibutuhkan, Paskhas tetap menyediakan sepenuhnya peralatan dari persenjataan hingga alutsista yang dibutuhkan dalam latihan tersebut. "Kita kerahkan tiga unit pesawat Hercules untuk membantu latihan," ungkapnya.