Dalam sebuah wawancara panjang dengan Defense Writer Group pada Juli lalu, Komandan Angkatan Udara Amerika Serikat wilayah Pasifik, Jenderal Herbert J. "Hawk" Carlisle ditanya mengenai minat Singapura untuk pesawat tempur F-35. Carlisle mengatakan:
"Saya sudah berbicara dengan CDF mereka (Chief of Defence Force Singapura, Letnan jenderal Ng Chee Meng). Saya berada di Singapura. Singapura memutuskan untuk membeli model B (F-35B) varian STOVL. Tapi saya tidak tahu mereka akan menganggarkannya darimana. Saya tahu keputusan itu telah dibuat dan itulah sebabnya mereka menjadi bagian dari program (program F-35) ini, tapi saya tidak tahu darimana mereka akan menganggarkannya."
Bagian dari wawancara itu sebagian besar luput dari perhatian media yang meliput acara tersebut sebagai cakupan pemusatan perhatian pada rencana Angkatan Udara AS untuk poros Pasifik. Jika Jenderal Carlisle benar, berarti Singapura akan menjadi pengguna keempat F-35B, setelah Korps Marinir Amerika Serikat, Inggris, dan Italia. F-35B adalah sebutan untuk F-35 yang memiliki kemampuan short take-off and vertical-landing (STOVL) atau lepas landas pendek dan mendarat secara vertikal.
Sebuah negara kecil padat penduduk yang terletak di ujung selatan Semenanjung Malaya, Singapura berada di choke point bersama dengan Malaysia dan Indonesia di sepanjang jalur laut penting dunia. Pelabuhan lautnya menjadi sumber booming-nya ekonomi Singapura, sedangkan Bandara Internasional Changi sudah terkenal fungsinya di dunia sebagai penghubung penting bagi wisatawan Asia ke seluruh dunia dan sebaliknya. Dengan luas total hanya 710.2 km persegi, namun Singapura mampu membangun militer yang kuat, bahkan dianggap sebagai salah satu yang terbaik di Asia.
Singapura bergabung dengan program JSF (F-35) pada bulan Februari 2003 sebagai Security Cooperative Participant (SCP). Sebagai SCP, Singapura diyakini mampu mengeksplor F-35 untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya sekaligus membentuk kantor programnya sendiri. Meski demikian, awal ketertarikan Singapura pada varian STOVL F-35 baru muncul pada 2011, ketika Rolls-Royce mengungkapkan bahwa Singapura meluncurkan studi yang bertujuan untuk mempertimbangkan akuisisi F-35B.
Amerika Serikat dan Australia memiliki hubungan pertahanan yang erat dengan Singapura, tidak mengherankan jika Singapura akan mengikuti jejak mereka untuk mengoperasikan F-35 bersama dengan Jepang (dan mungkin juga Korea Selatan). Pesawat ini dilengkapi network-enabled capability dan integrated sensor suite, yang pastinya akan memudahkan operasi gabungan dengan sekutu-sekutu pengguna F-35 di wilayah manapun.
Terkenal tertutup dalam masalah militer, pejabat pertahanan di Singapura telah membantah rumor tentang minat mereka pada F-35B. Namun, Menteri Pertahan Ng Eng Hen sebelumnya beberapa kali mencatatkan bahwa Singapura tengah mengevaluasi F-35 untuk dijadikan pesawat tempur berikutnya bagi Angkatan Udara (RSAF), namun belum ada keputusan yang dibuat.
Tentu saja F-35B bagi Singapura akan menjadi pilihan yang sangat patut dipertimbangkan. Pesawat yang mudah digunakan dan mampu lepas landas dari landasan pacu 168 m akan memastikan RSAF mampu melakukan operasi udara dengan cepat dan cepat dalam merespon serangan pertama musuh. Kemampuan seperti ini tentu akan membuat sulit perhitungan musuh untuk melakukan serangan pertama pada Singapura.
Dengan munculnya pengumuman baru oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong yang menyatakan bahwa dalam waktu dekat Singapura akan menutup tiga basis tempur taktis untuk digunakan sebagai perumahan dan industri (akibat minimnya tanah), berarti hanya tinggal Pangkalan Udara Tengah di barat dan Pangkalan Udara Changi di timur, sebelah bandara internasional Singapura di timur Singapura, sebagai rumah bagi pesawat-pesawat tempur RSAF. Kedua pangkalan udara itu rencanaya akan diperluas dan di upgrade agar bisa menampung relokasi pesawat-pesawat RSAF dan unit yang saat ini berbasis di Paya Lebar.
Dengan berkurangnya jumlah landasan pacu di Singapura, memiliki aset tempur udara seperti F-35B STOVL tentu akan menjadi solusi yang bijak bagi pemikiran perencana pertahanan Singapura. Ini akan menjadi salah satu faktor yang pastinya akan dipertimbangkan. Dan upgrade kedua basis tempur diatas kemungkinan akan mencakup pembangunan lapisan termal "lilypads" yang akan memungkinkan F-35B mendarat secara vertikal tanpa gas buang panas dari knalpotnya merusak aspal (landasan). Baca juga : Ketika F-35 Terlalu Panas untuk Diterbangkan
Meskipun telah menyebut F-35 sebagai pesawat yang cocok untuk modernisasi armada tempur udara RSAF, namun Ng juga mengatakan bahwa Singapura tidak terburu-buru mengambil keputusan. Dengan armada yang tempur udara yang relatif muda dan canggih seperti F-15 dan F-16 saat ini, Departemen Pertahanan Singapura akan lebih cenderung melihat beberapa aspek kematangan dari program JSF sebelum melakukan sesuatu yang disebut sebagai pembelian termahal dalam sejarah pertahanan Singapura.
RSAF saat ini mengoperasikan 60 Lockheed MArtin F-16C/D Fightng Falcon bersama dengan 24 Beoing F-15SG Eagles. Telah dilaporkan juga di beberapa media dan diperkuat foto-foto dari latihan tempur Maple Flag baru-baru ini di Kanada bahwa Singapura sudah menerima tambahan F-15SG yang belum/tidak diumumkan. Kemungkinan pesawat-pesawat ini akan menggantikan pesawat pencegat Northrop F - 5S/T Tiger II yang satu atau dua tahun kedepan akan pensiun.
Beberapa waktu lalu Singapura juga mengumumkan bahwa F-16 RSAF akan menjalani upgrade Mid-Life, yang setidaknya akan menjaga umurnya hingga 2020. Jangka waktu yang cukup bagi RSAF untuk memperkenalkan F-35 dalam layanannya. Dan lagi untuk urusan alat pertahanan, Singapura biasanya tidak mentok pada pembelian pertama, akan ada batch-batch pembelian tambahan dan analis meyakini jika memang Singapura jadi membeli F-35 maka kemungkinan pembelian itu bukan menjadi pembelian yang terakhir. Dan jika perencana pertahanan Singapura menilai F-35B memiliki keterbatasan payload (muatan), manuver dan lainnya karena untuk mempertahankan kemampuan STOVL-nya, maka tidak salah berspekulasi bahwa Singapura akhirnya akan memilih F-35A CTOL (lepas dan landas dan mendarat biasa/konvensional).
"Saya sudah berbicara dengan CDF mereka (Chief of Defence Force Singapura, Letnan jenderal Ng Chee Meng). Saya berada di Singapura. Singapura memutuskan untuk membeli model B (F-35B) varian STOVL. Tapi saya tidak tahu mereka akan menganggarkannya darimana. Saya tahu keputusan itu telah dibuat dan itulah sebabnya mereka menjadi bagian dari program (program F-35) ini, tapi saya tidak tahu darimana mereka akan menganggarkannya."
Bagian dari wawancara itu sebagian besar luput dari perhatian media yang meliput acara tersebut sebagai cakupan pemusatan perhatian pada rencana Angkatan Udara AS untuk poros Pasifik. Jika Jenderal Carlisle benar, berarti Singapura akan menjadi pengguna keempat F-35B, setelah Korps Marinir Amerika Serikat, Inggris, dan Italia. F-35B adalah sebutan untuk F-35 yang memiliki kemampuan short take-off and vertical-landing (STOVL) atau lepas landas pendek dan mendarat secara vertikal.
Sebuah negara kecil padat penduduk yang terletak di ujung selatan Semenanjung Malaya, Singapura berada di choke point bersama dengan Malaysia dan Indonesia di sepanjang jalur laut penting dunia. Pelabuhan lautnya menjadi sumber booming-nya ekonomi Singapura, sedangkan Bandara Internasional Changi sudah terkenal fungsinya di dunia sebagai penghubung penting bagi wisatawan Asia ke seluruh dunia dan sebaliknya. Dengan luas total hanya 710.2 km persegi, namun Singapura mampu membangun militer yang kuat, bahkan dianggap sebagai salah satu yang terbaik di Asia.
Singapura bergabung dengan program JSF (F-35) pada bulan Februari 2003 sebagai Security Cooperative Participant (SCP). Sebagai SCP, Singapura diyakini mampu mengeksplor F-35 untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya sekaligus membentuk kantor programnya sendiri. Meski demikian, awal ketertarikan Singapura pada varian STOVL F-35 baru muncul pada 2011, ketika Rolls-Royce mengungkapkan bahwa Singapura meluncurkan studi yang bertujuan untuk mempertimbangkan akuisisi F-35B.
Amerika Serikat dan Australia memiliki hubungan pertahanan yang erat dengan Singapura, tidak mengherankan jika Singapura akan mengikuti jejak mereka untuk mengoperasikan F-35 bersama dengan Jepang (dan mungkin juga Korea Selatan). Pesawat ini dilengkapi network-enabled capability dan integrated sensor suite, yang pastinya akan memudahkan operasi gabungan dengan sekutu-sekutu pengguna F-35 di wilayah manapun.
Terkenal tertutup dalam masalah militer, pejabat pertahanan di Singapura telah membantah rumor tentang minat mereka pada F-35B. Namun, Menteri Pertahan Ng Eng Hen sebelumnya beberapa kali mencatatkan bahwa Singapura tengah mengevaluasi F-35 untuk dijadikan pesawat tempur berikutnya bagi Angkatan Udara (RSAF), namun belum ada keputusan yang dibuat.
Tentu saja F-35B bagi Singapura akan menjadi pilihan yang sangat patut dipertimbangkan. Pesawat yang mudah digunakan dan mampu lepas landas dari landasan pacu 168 m akan memastikan RSAF mampu melakukan operasi udara dengan cepat dan cepat dalam merespon serangan pertama musuh. Kemampuan seperti ini tentu akan membuat sulit perhitungan musuh untuk melakukan serangan pertama pada Singapura.
Dengan munculnya pengumuman baru oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong yang menyatakan bahwa dalam waktu dekat Singapura akan menutup tiga basis tempur taktis untuk digunakan sebagai perumahan dan industri (akibat minimnya tanah), berarti hanya tinggal Pangkalan Udara Tengah di barat dan Pangkalan Udara Changi di timur, sebelah bandara internasional Singapura di timur Singapura, sebagai rumah bagi pesawat-pesawat tempur RSAF. Kedua pangkalan udara itu rencanaya akan diperluas dan di upgrade agar bisa menampung relokasi pesawat-pesawat RSAF dan unit yang saat ini berbasis di Paya Lebar.
Dengan berkurangnya jumlah landasan pacu di Singapura, memiliki aset tempur udara seperti F-35B STOVL tentu akan menjadi solusi yang bijak bagi pemikiran perencana pertahanan Singapura. Ini akan menjadi salah satu faktor yang pastinya akan dipertimbangkan. Dan upgrade kedua basis tempur diatas kemungkinan akan mencakup pembangunan lapisan termal "lilypads" yang akan memungkinkan F-35B mendarat secara vertikal tanpa gas buang panas dari knalpotnya merusak aspal (landasan). Baca juga : Ketika F-35 Terlalu Panas untuk Diterbangkan
Meskipun telah menyebut F-35 sebagai pesawat yang cocok untuk modernisasi armada tempur udara RSAF, namun Ng juga mengatakan bahwa Singapura tidak terburu-buru mengambil keputusan. Dengan armada yang tempur udara yang relatif muda dan canggih seperti F-15 dan F-16 saat ini, Departemen Pertahanan Singapura akan lebih cenderung melihat beberapa aspek kematangan dari program JSF sebelum melakukan sesuatu yang disebut sebagai pembelian termahal dalam sejarah pertahanan Singapura.
RSAF saat ini mengoperasikan 60 Lockheed MArtin F-16C/D Fightng Falcon bersama dengan 24 Beoing F-15SG Eagles. Telah dilaporkan juga di beberapa media dan diperkuat foto-foto dari latihan tempur Maple Flag baru-baru ini di Kanada bahwa Singapura sudah menerima tambahan F-15SG yang belum/tidak diumumkan. Kemungkinan pesawat-pesawat ini akan menggantikan pesawat pencegat Northrop F - 5S/T Tiger II yang satu atau dua tahun kedepan akan pensiun.
Beberapa waktu lalu Singapura juga mengumumkan bahwa F-16 RSAF akan menjalani upgrade Mid-Life, yang setidaknya akan menjaga umurnya hingga 2020. Jangka waktu yang cukup bagi RSAF untuk memperkenalkan F-35 dalam layanannya. Dan lagi untuk urusan alat pertahanan, Singapura biasanya tidak mentok pada pembelian pertama, akan ada batch-batch pembelian tambahan dan analis meyakini jika memang Singapura jadi membeli F-35 maka kemungkinan pembelian itu bukan menjadi pembelian yang terakhir. Dan jika perencana pertahanan Singapura menilai F-35B memiliki keterbatasan payload (muatan), manuver dan lainnya karena untuk mempertahankan kemampuan STOVL-nya, maka tidak salah berspekulasi bahwa Singapura akhirnya akan memilih F-35A CTOL (lepas dan landas dan mendarat biasa/konvensional).