Rabu, 25 September 2013

Anggaran Pertahanan RI 2014 Rp 83,5 triliun

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghyWPow9tQmed_0v0S9U74L7inh5zP30fPSFWYUPIFYElhxNXUzxpd-NmdSHua1JnQlG_PGxrdq3wzwHhMxMZSE5cqQBs31k2bHyIRO2uJveNcwfaZqwuI29gXJA1k8j6OpJK16dseKis/s1600/alutsista.jpg

Kementerian Pertahanan berencana mengalokasikan 20% dari pagu anggaran 2014 yang mencapai Rp83,5 triliun atau sekitar Rp16,7 triliun untuk keperluan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), khususnya untuk membayar kontrak-kontrak yang sudah berjalan. Kepala Pusat Komunikasi Kemhan Sisriadi mengatakan dari total anggaran yang akan diperoleh lembaga tersebut pada 2014, sebanyak 48% di antaranya akan digunakan untuk belanja pegawai, seperti gaji dan lain-lain.

Sementara itu, sekitar 52% di antaranya akan digunakan untuk belanja barang-barang keperluan pendukung pekerjaan seperti kertas dan lainnya, serta untuk belanja modal. “Belanja modal adalah untuk keperluan pengadaan alutsista. Besarnya sekitar 20%. Sebagian untuk pembayaran kontrak yang sudah berjalan dan sebagian untuk pembelian barang-barang baru,” ujarnya di Kantor Kemenhan, Jakarta, Rabu (25/9/2013).

Barang-barang baru yang dimaksud adalah barang untuk keperluan operasional setiap angkatan yang ada di dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI), seperti keperluan pembelian senapan, peluru, dan sebagainya. Kepala Bidang Matra Darat Pusada Baranahan Kemhan Jimmy Alexander Adirman menuturkan pengadaan alutsista dilakukan melalui sejumlah tahapan. Antara lain tahapan pra persiapan, persiapan, pemilihan penyedia, penyusunan dan aktivasi kontrak, serta tahapan pelaksanaan dan penyerahan.

Keseluruhan proses tersebut, lanjutnya, umumnya bersifat jangka menengah hingga jangka panjang. “Ada yang 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, bahkan ada yang sampai 7 tahun,” ujarnya. Selain menggunakan rupiah murni yang bersumber dari pendanaan APBN, lanjutnya, pengadaan alutsista juga menggunakan dua sumber dana lainnya. Yaitu pinjaman luar negeri yang umumnya bersumber dari kredit ekspor serta pinjaman dalam negeri yang umumnya berasal dari sindikasi bank-bank pelat merah. “Untuk menilai wajar tidaknya sebuah alat yang diadakan, kami dapat mengacu pada kontrak-kontrak sejenis yang pernah terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, hasil browsing di internet, juga dengan mengandalkan pusat kodifikasi.”

Korsel Batalkan Pembelian 60 Pesawat Tempur F15 Senilai Rp.77 Triliun

http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTs89CRwDQ27I0260mXBQHg_lPFqMg8Ywx4ZnRyP8t-qqhyANkTYg

Pemerintah Korea Selatan (Korsel) menolak tawaran Boeing untuk pengadaan jet tempur senilai US$ 7,7 miliar (Rp 77 triliun). Pengadaan pesawat militer ini pun akan ditender ulang. Dalam penawaran tersebut Boeing akan mengirimkan 60 pesawat tempur dengan teknologi terkini untuk mengganti armada F-4 dan F-5 yang selama ini dipakai negeri ginseng tersebut. Selain Boeing, tender pengadaan pesawat militer dengan nilai terbesar di dunia itu juga diikuti oleh rivalnya dari Amerika Serikat (AS) Lockheed Martin Corp dan konsorsium European Aeronautic Defence & Space Co. dari Eropa.

Sebelumnya Boeing menjadi satu-satunya produsen pesawat yang tawarannya cocok dengan keinginan dan anggaran Kementerian Pertahanan Korsel. Sayangnya, biro Administrasi Program Pembelian Alat Pertahanan Korsel (DAPA) menilai F-15 Silent Eagle tidak cocok dengan spesifikasi yang diinginkan. "Mayoritas anggota komite (DAPA) sepakat menolak (F-15) dan mengulang kembali proyek ini," kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korsel Kim Min-Seok dikutip AFP, Selasa (24/9/2013).

Kim menambahkan, penolakan DAPA itu sudah mempertimbangkan situasi keamanan nasional Korsel saat ini, program nuklir Korea Utara dan pesatnya perkembangan teknologi di industri aviasi saat ini. alam tender tersebut, Korsel sudah menetapkan batas anggaran sebanyak Rp 77 triliun untuk pengadaan pesawat. Selama ini Boeing sudah mensuplai militer Korsel dengan jet tempur miliknya. Kerjasama Korsel-AS juga tidak terbatas dari pembelian pesawat tapi juga dengan berbagai pelatihan bersama para tentaranya.

Pengadaan Alat Intelijen akan Amankan Informasi Strategis TNI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfUzrGVGt-1ZkzbZHaB6jNBWhdPIDI9c7ZWwaGyAaeO_a8vj838XP9JbUU7HPpe2QTAlNtbfS32waBmNw-Xvlg26QO7sDaTAHLFiAVLpdK22xpnruloMLqx6PR_ObNZrWaB6gwg0n4iGU/s1600/diagram-monitoring-komunikasi-gamma.jpg

Mencermati perkembangan pemberitaan di media massa beberapa hari terakhir terkait kekhawatiran pengadaan peralatan intelijen akan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu, Kementerian Pertahanan melalui Pusat Komunikasi Publik Kemhan memandang perlu untuk menjelaskan dan menegaskan bahwa pengadaan tersebut adalah bagian dari proses modernisasi alutsista TNI yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian tugas pokok dan fungsi TNI sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Pengadaan peralatan intelijen oleh Kemhan berawal dari pengajuan kebutuhan peralatan intelijen oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Proses awal pengajuan kebutuhan tersebut sudah dimulai sejak tahun 2009. Dalam pembahasan anggaran tahun 2012, rencana pengadaan peralatan intelijen tersebut telah mendapat persetujuan dari Komisi I DPR untuk dibiayai dengan kredit eksport.

Kontrak pengadaan peralatan intelijen tersebut dilakukan dengan perusahaan Inggris (Gamma TSE Ltd), setelah melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah sesuai Perpres Nomor 54 Tahun 2010 junto Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Kontrak senilai USD 5,6 juta (sekitar Rp 61,6 miliar) tersebut mencakup materiil peralatan intelijen dan paket pelatihan bagi personel yang mengoperasikannya, baik yang bertugas di dalam negeri maupun kantor-kantor Atase Pertahanan Indonesia di luar negeri.

Peralatan intelijen yang tercakup dalam kontrak tersebut meliputi peralatan komunikasi data yang dilengkapi dengan encryptor dan decryptor, peralatan surveillance yang dilengkapi dengan source code serta peralatan pengamanan komunikasi. Menurut terminologi yang berlaku di lingkungan TNI, peralatan tersebut dikategorikan sebagai materiil khusus intelijen teknik (Matsusintelnik) yang berfungsi untuk mendukung tugas-tugas di bidang intelijen. Secara operasional, peralatan tersebut akan digunakan untuk meningkatkan sistem pengamanan instalasi Atase Pertahanan RI di luar negeri, meningkatkan kualitas pengamanan petukaran data/informasi serta mengamankan sistem komunikasi antara BAIS TNI dengan kantor-kantor Atase Pertahanan RI di luar negeri.

Pengadaan peralatan intelijen tersebut bertujuan agar proses pertukaran informasi antara BAIS TNI dengan kantor-kantor Atase Pertahanan RI yang tersebar di seluruh dunia dapat berlangsung dengan aman dan kedap dari gangguan. Peralatan tersebut sangat diperlukan untuk menjamin bahwa pengiriman data/informasi strategis tidak terganggu atau tersadap oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Peralatan intelijen tersebut tidak akan digunakan TNI untuk menyadap rakyat Indonesia. Selain secara teknis peralatan tersebut tidak berfungsi untuk menyadap, jati diri TNI sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional telah terbukti efektif untuk mencegah institusi TNI melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dalam kehidupan bernegara sejak reformasi 1998.

Peralatan intelijen tersebut tidak akan digunakan untuk kepentingan politik praktis. Sesuai penjelasan Panglima TNI dalam beberapa kesempatan, telah ditegaskan bahwa seluruh jajaran TNI menjunjung tinggi komitmen netralitas dan tidak masuk dalam urusan politik praktis menjelang Pemilu 2014. Selain itu, netralitas TNI juga telah teruji dan terbukti memberikan kontribusi positif dalam menopang kehidupan demokrasi sejak pemilu 2004 sampai saat ini. Kedua hal tersebut merupakan jaminan bahwa peralatan intelijen tersebut juga tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu.

Demikian siaran pers Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan ini, diharapkan dapat memberikan klarifikasi terhadap berbagai pemberitaan di media massa yang berkaitan dengan pengadaan peralatan intelijen TNI.