Kementerian Pertahanan berencana mengalokasikan 20% dari pagu anggaran 2014 yang mencapai Rp83,5 triliun atau sekitar Rp16,7 triliun untuk keperluan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), khususnya untuk membayar kontrak-kontrak yang sudah berjalan. Kepala Pusat Komunikasi Kemhan Sisriadi mengatakan dari total anggaran yang akan diperoleh lembaga tersebut pada 2014, sebanyak 48% di antaranya akan digunakan untuk belanja pegawai, seperti gaji dan lain-lain.
Sementara itu, sekitar 52% di antaranya akan digunakan untuk belanja barang-barang keperluan pendukung pekerjaan seperti kertas dan lainnya, serta untuk belanja modal. “Belanja modal adalah untuk keperluan pengadaan alutsista. Besarnya sekitar 20%. Sebagian untuk pembayaran kontrak yang sudah berjalan dan sebagian untuk pembelian barang-barang baru,” ujarnya di Kantor Kemenhan, Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Barang-barang baru yang dimaksud adalah barang untuk keperluan operasional setiap angkatan yang ada di dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI), seperti keperluan pembelian senapan, peluru, dan sebagainya. Kepala Bidang Matra Darat Pusada Baranahan Kemhan Jimmy Alexander Adirman menuturkan pengadaan alutsista dilakukan melalui sejumlah tahapan. Antara lain tahapan pra persiapan, persiapan, pemilihan penyedia, penyusunan dan aktivasi kontrak, serta tahapan pelaksanaan dan penyerahan.
Keseluruhan proses tersebut, lanjutnya, umumnya bersifat jangka menengah hingga jangka panjang. “Ada yang 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, bahkan ada yang sampai 7 tahun,” ujarnya. Selain menggunakan rupiah murni yang bersumber dari pendanaan APBN, lanjutnya, pengadaan alutsista juga menggunakan dua sumber dana lainnya. Yaitu pinjaman luar negeri yang umumnya bersumber dari kredit ekspor serta pinjaman dalam negeri yang umumnya berasal dari sindikasi bank-bank pelat merah. “Untuk menilai wajar tidaknya sebuah alat yang diadakan, kami dapat mengacu pada kontrak-kontrak sejenis yang pernah terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, hasil browsing di internet, juga dengan mengandalkan pusat kodifikasi.”
Sementara itu, sekitar 52% di antaranya akan digunakan untuk belanja barang-barang keperluan pendukung pekerjaan seperti kertas dan lainnya, serta untuk belanja modal. “Belanja modal adalah untuk keperluan pengadaan alutsista. Besarnya sekitar 20%. Sebagian untuk pembayaran kontrak yang sudah berjalan dan sebagian untuk pembelian barang-barang baru,” ujarnya di Kantor Kemenhan, Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Barang-barang baru yang dimaksud adalah barang untuk keperluan operasional setiap angkatan yang ada di dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI), seperti keperluan pembelian senapan, peluru, dan sebagainya. Kepala Bidang Matra Darat Pusada Baranahan Kemhan Jimmy Alexander Adirman menuturkan pengadaan alutsista dilakukan melalui sejumlah tahapan. Antara lain tahapan pra persiapan, persiapan, pemilihan penyedia, penyusunan dan aktivasi kontrak, serta tahapan pelaksanaan dan penyerahan.
Keseluruhan proses tersebut, lanjutnya, umumnya bersifat jangka menengah hingga jangka panjang. “Ada yang 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, bahkan ada yang sampai 7 tahun,” ujarnya. Selain menggunakan rupiah murni yang bersumber dari pendanaan APBN, lanjutnya, pengadaan alutsista juga menggunakan dua sumber dana lainnya. Yaitu pinjaman luar negeri yang umumnya bersumber dari kredit ekspor serta pinjaman dalam negeri yang umumnya berasal dari sindikasi bank-bank pelat merah. “Untuk menilai wajar tidaknya sebuah alat yang diadakan, kami dapat mengacu pada kontrak-kontrak sejenis yang pernah terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, hasil browsing di internet, juga dengan mengandalkan pusat kodifikasi.”