Selasa, 27 Agustus 2013

Percepatan Belanja Modernisasi Alutsista RI Diharapkan Bisa Mulai di Tahun 2014

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwRXiSJJDDsEwfdSqNHvIeQ_bWAKdpclH8AT12_WS9_tZ2vlzcXnWd99Hbp4-UL-AkBDnkuL4Ca5ncu0tdz0d-drH1GJJb6_xP3JrxB1mVp2bEn63Jge9b7M5RhGj2HRPauNYhq5MawBI/s1600/1.jpg

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq memprediksi dalam 20 tahun ke depan tidak akan ada perang militer secara terbuka. Sementara, menurut dia, Indonesia kini dihadapkan pada ketegangan di regional. "Dalam buku putih kita diproyeksikan tidak ada perang militer terbuka," kata politisi PKS ini saat menghadiri Rapat Paripurna pengambilan keputusan soal persetujuan Panglima TNI yang baru Jenderal TNI Moeldoko, menggantikan Laksamana Agus Suhartono yang memasuki masa pensiun Agustus ini.

Karena itu, ia berharap, ide percepatan belanja modal dan modernisasi alutsista TNI bisa dilakukan mulai 2014. "Ke depan, bisa saja terjadi suatu waktu, China atau Jepang bisa terlibat konflik militer terbuka. Walaupun kita tidak terlibat langsung, pasti kita kena imbasnya," cetusnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Muhammad Najib berharap Panglima TNI yang baru tetap dapat mempertahankan meritokrasi. "Ini sebagai ciri dari tentara modern. Hanya tentara yang yang terbaiklah yang muncul ke permukaan," katanya. Ia juga berharap ada semangat menghidupkan industri dalam negeri untuk melengkapi peralatan TNI. "Kita akhirnya akan memiliki kemandirian dalam alutsista dan tidak tergantung pada negara lain," pungkasnya.

Jakarta Dibayangi Pangkalan Militer AS

http://jakartagreater.com/wp-content/uploads/2013/08/cocos-island-jakarta.jpg

Tidak jelas, apa maksud Amerika Serikat membuat Pangkalan Militer di Pulau Cocos, Australia yang hanya berjarak 1270 km dari Jakarta. Jika pasukan di pulau itu hendak melakukan serangan ke Jakarta, hanya dibutuhkan waktu puluhan menit. Kalangan DPR mulai khawatir dengan pembukaan pangkalan baru militer AS di Pulau Cocos, yang diiringi penempatan 2500 prajurit Marinir, di pulau yang dekat dengan Pulau Chrismast, Australia, di Samudra Hindia. Bahkan AS berencana akan menambah pasukan di Pulau Cocos menjadi 4000 Marinir, Jika Pemerintah Australia menyetujuinya.

Dilihat dari peta, Pulau Cocos ini terlihat dekat dan berada di barat daya Pulau Jawa. Dihitung dengan menggunakan pesawat tempur, jarak tempuh Pulau Cocos ke Jakarta hanya butuh waktu puluhan menit. Untuk itu, anggota Komisi I DPR RI (F-PPP) Husnan Bey Fananie melihat pangkalan baru militer dan penempatan pasukan di pulau itu bukan tanpa maksud dan tujuan.

http://jakartagreater.com/wp-content/uploads/2013/08/Cocos-Keeling-Islands.gif

“Pemerintah dan rakyat Indonesia harus waspada. Karena pasukan itu tidak ubahnya sebagai pasukan spy drone atau pasukan mata-mata (striking drone), pasukan yang ditempatkan sebagai pasukan penyerang nantinya,” kata Husnan. Husnan mengaku ikut mempertanyakan keberadaan 2.500 marinir AS yang ditempatkan di Pulau Cocos, saat menerima kunjungan Ketua Kongres Amerika Serikat untuk Bidang Luar Negeri, Edward Royce di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (19/8/2013). Dari berbagai informasi yang didapatkan, keberadaan Marinir AS di pulau tersebut, memang sengaja untuk memata-matai negara-negara di kawasan Asia, khususnya Indonesia.

“Saya tanyakan apa alasan kuatnya dan argumentasinya penempatan marinir AS di pulau tersebut. Namun jawabannya sangat normatif dan diplomatis, bahwa pasukan marinir ditempatkan atas dasar kerja sama militer AS dengan militer Australia, juga untuk membantu negara-negara di kawasan Asia saat menghadapi bencana alam,” tuturnya. Atas jawaban itu, politisi PPP itu mengaku tetap mengganjal. Karena, tidak mungkin sesederhana itu penempatan pasukan marinir AS di Australia dalam skala sebesar. “Menurut saya, pasti AS memiliki agenda besar dalam penempatan pasukannya di Australia, baik dalam jangka pendek dan panjang,” jelasnya.

Setelah Disahkan DPR, Moeldoko Langsung Benahi Alutsista

http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/jenderal_moeldoko_ok_09.jpg

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Moeldoko hari ini, Selasa (27/8/2013) disahkan oleh DPR menjadi Panglima TNI. Sebelum disahkan, Moeldoko menyampaikan agenda tugas yang akan dilaksanakannya dalam waktu dekat. Janji Moeldoko, masalah modernisasi Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista). "Pasti melakukan agenda modernisasi alutsista," kata Moeldoko di DPR.

Sebelum disahkan DPR, Moeldoko diuji-kelayakan pada Rabu (21/8/2013) lalu. Dalam uji kelayakan, Moeldoko juga diketahui memiliki jumlah kekayaan yang cukup fantastis untuk ukuran seorang jenderal. Harta Moeldoko yang dilaporkan pada KPK pada 25 April 2012 mencapai Rp32 Miliar. Laporan itu didaftarkan saat Moeldoko menjadi Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).

Selain harta, dalam uji kelayakan di DPR pekan lalu, Moeldoko juga diketahui pernah menjalankan Operasi Sajadah ketika dia menjabat sebagai Pangdam III Siliwangi. Operasi sajadah itu, dikait-kaitkan dengan penyelesaian Ahmadiyah di Cikeusik beberapa waktu lalu. Nama Moeldoko merupakan calon tunggal Panglima TNI yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Moeldoko merupakan pengganti dari Laksamana Agus Suhartono yang pensiun.

Akal Bulus AS Dibalik Penjualan Helikopter Apache Ke Indonesia

http://jakartagreater.com/wp-content/uploads/2013/07/AH-64D_Longbow.jpg

Kehadiran Apache seri paling mutakhir ini tak pelak akan menambah kemampuan TNI-AD, khususnya Penerbangan TNI-AD. Sebelumnya, untuk tugas serang TNI-AD mengandalkan heli Mi-35P serta NBO-105. Kita patut berbangga hati dalam hal ini tentunya.

Namun demikian, ada sedikit hal yang agak janggal. Seperti dalam laporan Startribune, Indonesia disebutkan telah setuju berdiskusi untuk memperbolehkan Amerika Serikat mencari jenazah prajurit AS yang gugur semasa Perang  Dunia ke-2, di perairan serta daratan Indonesia. Menurut penilaian ARC, hal ini agak janggal. Pasalnya AS belum pernah secara aktif mencari jasad prajuritnya yang gugur di perang Korea atau Vietnam. Jika pun mencari, itu atas desakan komunitas tentara AS.

Bukan tidak mungkin, 'pencarian' yang dilakukan di perairan dan daratan Indonesia justru digunakan untuk hal lain. Memetakan perairan Indonesia untuk operasi kapal selam atau mendata pantai mana saja yang cocok untuk pendaratan amfibi misalnya. Lagi pula, kebanyakan prajurit AS bertempur di kawasan timur Indonesia. Tak perlu lah kami sebutkan ada apa di Timur Indonesia. Para pembaca yang budiman tentu sudah bisa menebaknya.

Akan tetapi, semoga saja itu semua tidak benar, dan Amerika memang jujur ingin mencari jasad prajuritnya. Seandainya pun disepakati, semoga saja perwira penghubung dari TNI bisa sigap dan mawas.

Di sisi lain, dalam pertemuan tadi juga disepakati, Indonesia dan Amerika akan menjadi tuan rumah bersama untuk ADMM Plus, dalam kegiatan Counter Terrorism Exercise (CTX), yang akan berlangsung pada tanggal 9-13 September 2013 mendatang di Kawasan IPSC Sentul, Bogor. Latihan bersama yang melibatkan 18 negara ini adalah pertama yang pernah dilaksanakan di Kawasan Asia Pasifik. Menhan Purnomo Yusgiantoro berharap Menhan Chuck Hagel dapat hadir untuk menyaksikan latihan bersama ini.

AS - Indonesia Lakukan Transaksi 8 Heli Apache AH-64D Seharga US$ 500 Juta

http://www.sflorg.com/aviation/images/imav080906_01_02.jpg

Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan menjual delapan helikopter serang Apache kepada pemerintah Indonesia dengan nilai transaksi sebesar US$ 500 juta. AS tengah berusaha untuk meningkatkan hubungan dengan Asia Tenggara meskipun ada kekhawatiran atas catatan merah hak asasi manusia (HAM) pada militer Indonesia. Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel juga mengatakan Indonesia telah sepakat untuk membahas kemungkinan tim pemulihan AS untuk mencari kerangka jenazah tentara AS yang hilang di bumi Indonesia atau di perairan teritorialnya selama Perang Dunia II. Pekerjaan akan dilakukan oleh POW-MIA Komando Akuntansi Bersama.

Chuck Hagel mengungkapkan nilai kontrak US$ 500 juta mencakup pelatihan pilot dan radar Longbow. Hagel berada di Indonesia dalam rangka tur keliling selama satu minggu. Indonesia merupakan negara pemberhentian kedua. Dia berada di Jakarta untuk bertemu dengan pejabat pemerintah sebelum menghadiri pertemuan para menteri pertahanan Asia di Brunei.

Penjualan heli Apache ini bertujuan untuk memperkuat hubungan militer kedua negara saat Indonesia menjadi bagian kebijakan "poros" AS di Asia-Pasifik ketika kekhawatiran terhadap kekuatan militer Beijing. Namun perhatian Hagel telah beralih dari isu perjalanan kepada konfrontasi dengan Suriah.

"Menyediakan Indonesia helikopter kelas dunia ini adalah contoh dari komitmen kami untuk membantu membangun kemampuan militer Indonesia. Satu Indonesia yang kuat akan baik bagi kawasan," kata Hagel setelah pembicaraan dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Seorang pejabat pertahanan, yang berbicara dengan syarat anonim, menambahkan bahwa penjualan helikopter Apache tersebut merupakan transaksi yang pertama dengan militer Indonesia. Penjualan itu merupakan kebijakan untuk mendukung keamanan di kawasan Asia Tenggara. Namun para pejabat tidak menjelaskan kapan helikopter Apache itu akan dikirim. Saat ini, heli Apache diproduksi oleh pembuat pesawat AS Boeing.

http://naveenishere.files.wordpress.com/2011/10/apacheattackhelicopter.jpg

"Kita akan mempersiapkan Skuadron Apache sebagai helikopter serang yang merupakan bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD)," ujar Purnomo. AS memang pernah membekukan kerja sama pertahanan dan penjualan senjata ke Indonesia atas keprihatinan tentang pelanggaran HAM selama pemerintahan tiga dekade presiden Soeharto, yang berakhir pada tahun 1998.

Hubungan militer Indonesia -AS hanya diperbarui pada tahun 2005. Di bawah kepemimpinan Soeharto, tentara pasukan khusus dituduh melakukan pembunuhan di luar hukum. Parlemen Belanda tahun lalu menolak rencana penjualan tank ke Indonesia, bekas jajahannya, atas keprihatinan hak asasi manusia. Namun Yusgiantoro mengatakan kepada wartawan bahwa angkatan bersenjata Indonesia telah mengalami proses reformasi sejak tahun 1998. "Kami telah berubah sekarang."

Penjualan heli Apache tersebut juga didorong meningkatnya kekhawatiran di Washington tentang sikap asertif Beijing atas sengketa di Laut China Selatan. Indonesia tidak memiliki klaim bertentangan dengan Beijing di Laut China Selatan, seperti negara lain seperti Filipina. Indonesia merupakan kekuatan regional yang besar dan dipandang memegang peran kunci dalam menyelesaikan perselisihan.