Senin, 08 Juli 2013

Indonesia - Singapura Latihan JOIN MINEX-16/2013

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2011/01/12959447231466891739.jpg

Indonesia sebagai negara kepulauan yang banyak berbatasan dengan negara tetangga, perlu menjalin kerjasama bilateral maupun multilateral khususnya dalam bidang militer agar keamanan kawasan tetap terjaga. Hal ini disebabkan wilayah perairan Indonesia memiliki potensi kerawanan terhadap berbagai bentuk dan jenis ancaman melalui laut. Salah satu ancaman yang paling berbahaya di laut adalah bahaya ranjau, terutama jika terjadi pada jalur-jalur strategis yang berhubungan dengan Alur Pelayaran Internasional.

Salah satu kerja sama bilateral tersebut adalah latihan tentang bahaya ranjau yang digelar antara TNI AL dan Republic of Singapura Navy (RSN) pada tanggal 1 hingga 8 Juli 2013 di Changi Naval Base dan Perairan timur Pulau Bintan dengan sandi Joint Minex 16/2013. Satuan Kapal Ranjau (Satran) Koarmatim yang mempunyai kemampuan dalam menyelenggarakan peperangan ranjau turut serta dan berperan aktif dalam Latma bilateral Joint Minex. Latihan dibuka oleh Commander Maritime Security Task Force (MSTF) Rear Admiral (RADM) Harris Chan dan dihadiri oleh delegasi angkatan laut Indonesia dan Singapura di Changi Naval Base (CNB).

Latihan Joint Minex 16/2013 ini melibatkan 3 KRI dari TNI AL yaitu KRI Pulau Rengat-711, KRI Pulau Rupat-712 dari Satran Koarmatim dan KRI Pulau Rangsang-727 dari Koarmabar. Sedangkan dari pihak AL Singapura melibatkan 2 kapal perangnya yaitu RSS Bedok (M-105) dan RSS Punggol (M-108). Joint Minex 16/2013 ini bertujuan untuk memperkuat hubungan dan meningkatkan kerja sama, interoperabilitas serta pemahaman antara TNI AL dan RSN khususnya mengenai peperangan ranjau serta pertukaran informasi tentang kemampuan dan perkembangan teknologi dari masing-masing negara sekaligus sebagai wadah untuk menguji doktrin Taktik Peperangan Ranjau (TPR) dan peranjauan serta kemampuan alat utama (Alut), peralatan dan personel Satran Koarmatim dan Koarmabar secara terintegrasi untuk mendapatkan kemampuan peperangan ranjau yang optimal.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVGlHxYIJC_yt8cn1WHVcx7eb2Jq1rNKjHIuA-R8yYb01uHXxUJSocvYGUy4BKB89DpNMfNyIcRXh-mrNQuGspudS71xeXtIjPTOC_GRaTVVAUlFhnyPy3PjRKhVqg9Iqy4wZqnaWmzLQ/s1600/0+00025+droping+dummy+mine.jpg

.Dalam latihan ini peserta latihan mendapatkan cakrawala baru tentang kemampuan dan peralatan peperangan ranjau yang dimiliki oleh masing-masing negara serta kesempatan praktek melaksanakan kerjasama taktis perlawanan ranjau  yang meliputi kegiatan : Exploratory Hunting, Clearance Hunting, Mineshape Recovery (Diving ops) ,  MDC Firing antar dua negara melalui manuver lapangan.

KRI Fatahillah-361 Di Upgrade ULTRA ELECTRONICS Di Inggris

http://adiewicaksono.files.wordpress.com/2009/03/fatahillah-361.jpg

Setelah KRI kelas Van Speijk dan Parchim, kini giliran korvet kelas Fatahillah menjalani modernisasi. Kepastian modernisasi Korvet kela Fatahillah ini didapat dari press release dari Ultra Electronics yang berkedudukan di Inggris. Dalam rilis tersebut, disebutkan nilai modernisasi sebesar 32 juta poundsterling. Jumlah ini untuk memodernisasi kapal pertama saja. Untuk kapal selanjutnya, masih dalam tahap didiskusikan namun diharapkan sudah dimulai pada akhir tahun ini. Namun demikian, tidak disebutkan kapal mana yang pertama akan menjalani modernisasi.

Dalam kontrak tersebut Ultra electronic akan mengembangkan, menginstal serta mengintegrasikan sistem manajemen tempur. Dalam pengerjaannya, Ultra juga akan menggandeng sejumlah partner termasuk asal Indonesia. Jika kontrak sudah efektif, maka proyek pengerjaan akan berlangsung selama 28 bulan. Diduga, modernisasi hanya mencangkup sistem sensor dan pengendali tempur saja, dan tidak menyentuh persenjataan. Hal ini patut disayangkan, lantaran senjata utama KRI kelas Fatahillah yaitu exocet MM-38 sudah tidak layak lagi.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3U41DhBU9Y55TlbIuoZk-omGXF-MkcNH6Ed4a74l2S6zajTotSJmRmgUD3LdfxFh1heYG2XjLuenhQE4U__9wxY2vyf8NIgWIrOKpiZDQjn0Vc5JU_Vnn_hyQPNEGwuFMGGdzQt9tgbd4/s1600/ultra+1.jpg

TNI-AL saat ini mengoperasikan 3 buah kapal kelas Fatahillah. Masing masing adalah KRI Fatahillah, KRI Nala, serta KRI Malayahati. Meski sekelas korvet, kapal ini cukup berotot. Ia diantaranya dipersenjatai meriam 120mm, Rudal exocet MM-38, torpedo hingga mortir anti kapal selam.

Lapan Mengembangkan Pesawat Terbang N219

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpCUC799IZaT9EfDjdJDjP_oCaamZqzv6LIkJzgRSDF0oKqUSWqRuf5P4k-oaItAkIAYrwKBftlveYOH8ZsfOsXRKjOIsOOPpF9sVCbF7I-J6jljlOXWUQyA1d00nFpQeTG9nWXDX917s/s400/N219_Defense+Studies.JPG

Lapan saat ini sedang mengembangkan pesawat terbang N219. Program pengembangan pesawat ini menjadi salah satu dari berbagai program prioritas Lapan tahun depan. Hal ini dipaparkan oleh Sekretaris Utama Lapan, Sri Kaloka Prabotosari, dalam Forum Sekretaris Utama LPNK Kementerian Riset dan Teknologi di kantor pusat Lapan, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (8/7).

Sekretaris Utama Lapan menjelaskan bahwa N219 merupakan pesawat berpenumpang 19 orang. Pesawat yang tidak berukuran besar ini memiliki potensi yang besar untuk digunakan di wilayah kepulauan Indonesia.

Hal ini disebabkan, pesawat ini dapat menggunakan landasan udara yang kecil dengan demikian dapat menjadi alat transportasi yang sesuai bagi daerah-daerah yang tidak memiliki bandar udara.

Pengembangan N219 dilatarbelakangi oleh tugas Lapan dalam bidang penelitian, pengembangan, dan perekayasaan penerbangan serta pemanfaatannya. Sri Kaloka mengatakan, selain itu pesawat ini dibangun terkait dengan Lampiran Perpres 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dalam kelompok industri kedirgantaraan. Dalam naskah tersebut, Lapan bertugas sebagai pusat research and development produk kedirgantaraan.

Kebijakan jangka menengah industri kedirgantaraan dalam lampiran perpres tersebut juga mencakup pengembangan pesawat berpenumpang 30 orang. Pesawat ini berpotensi sebagai alat pemersatu bangsa karena selain menjadi alat transportasi juga akan menghubungkan ribuan pulau-pulau kecil di Indonesia.

Program pengembangan pesawat N219 juga terkait dengan strategi utama Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI). Sri Kaloka mengatakan, program tersebut akan mengembangkan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi. Selain itu, N219 juga terkait dengan upaya penguatan konektivitas nasional serta penguatan kemampuan SDM dan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional.

"Keberadaan pesawat perintis akan sangat membantu percepatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi masyarakat pedalaman yang sama sekali belum terjangkau oleh transportasi darat ataupun laut," ujarnya.

Forum Sekretaris Utama tersebut dihadiri antara lain oleh Sekretaris Menristek dan para Sekretaris Utama dari LPNK Kementerian Riset dan Teknologi .