Jumat, 24 Mei 2013

Helikopter Militer, Rekayasa Digital Buatan Warga Indonesia. Gemparkan China


Gambar hasil rekayasa digital bisa tampil begitu meyakinkan sehingga mampu mengecoh orang yang melihatnya. Salah satu contoh terbaru terjadi di Negeri Tirai Bambu, tempat situs online milik surat kabar Global Times keliru memuat gambar helikopter tempur palsu.

Seperti dikutip dari Kotaku, gambar hasil rendering 3D tersebut muncul di laman Huanqiu.com milik Global Times, lengkap dengan teks yang menyebutkan bahwa helikopter itu kemungkinan merupakan konsep mesin perang buatan Pasukan Beladiri Jepang.



Ditambahkan pula bahwa helikopter yang bersangkutan "terlihat seperti model dari film fiksi ilmiah karena teknologi untuk membuatnya belum tersedia". Galeri gambar-gambar helikopter ditampilkan di rubrik "militer". Berita tentang hal ini bahkan muncul juga lewat kantor berita Xinhua yang mengutip Global Times dan mengatakan bahwa helikopter futuristik itu merupakan konsep yang didesain oleh kalangan "profesional Jepang".

Padahal, gambar helikopter ini bukan dibuat oleh Negeri Sakura, melainkan seseorang warga Indonesia bernama Ridwan Chandra Choa yang pernah bekerja sebagai seniman digital Lucasfilm Animation di Singapura. Ridwan mengunggahnya ke situs DeviantArt.


Beberapa pengguna di situs jejaring sosial Weibo meragukan keaslian helikopter dalam gambar. "Tanpa baling-baling ekor, bagaimana caranya dia bermanuver?" tanya seorang pengguna. Beberapa pengguna lain berkomentar bahwa desain helikopter lebih mirip benda di buku komik ketimbang mesin perang sungguhan.

Sebenarnya gambar tersebut sudah dibubuhi alamat URL DeviantArt—berikut nama dan tanda tangan sang kreator—dalam alfabet latin yang menunjukkan bahwa helikopter 3D di dalamnya hanya dimaksudkan sebagai sebuah karya seni. Namun, agaknya mereka tidak menyadari hal ini.

ITB Membuka S2 "Cyber Security"

 

Institut Teknologi Bandung (ITB) membuka program S2 yang berkonsentrasi di bidang cyber scurity. Program ini dibuka untuk menjawab kebutuhan keamanan di dunia digital atau teknologi komunikasi dan informasi ((Information and Communication Technology/ICT), di tengah makin gencarnya serangan hacker pada situs-situs pemerintah, swasta maupun personal.

Untuk angkatan pertama, program S2 di bawah naungan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB ini akan dimulai September 2013. Namun untuk angkatan pertama, S2 ini belum dibuka untuk umum, tetapi khusus bagi alumni STEI yang mengikuti program fast track di prodi yang punya background informatika. Tetapi ke depan, program pertama di Indonesia ini akan dibuka untuk umum, termasuk untuk mewadahi para hacker.

"Ke depan program S2 ini akan terbuka untuk umum, hanya untuk yang pertama ini khusus untuk alumni kemudian dari instansi yang mendesak," jelas Wakil Rektor ITB bidang Riset dan Inovasi, Prof Dr Wawan Gunawan Abdul Kadir, di Bandung, Kamis (23/5).

Wawan menuturkan, selama ini STEI ITB memang berkonsentrasi di bidang sekuriti ICT. Faktor keamanan ICT ini menjadi poin penting yang harus selalu terjaga dari ancaman pembobolan oleh hacker, virus, dan lain-lain. Contohnya dari situs Presiden RI hingga situs VPMBG Badan Geologi menjadi sasaran hacker.

Karena itulah STEI ITB membuka program S2 yang berkonsentrasi di bidang anti-hacker itu. Dalam pembukaan program, ITB mendapat bantuan dari Korea Selatan yang kini tengah konsentrasi mengatasi serangan para peretas dunia maya. ITB mendapat bantuan dana yang totalnya mencapai 5 sampai 6 juta dolar Amerika Serikat dari Korea Selatan.

Dana ini untuk membangun Center Sekuriti IT di Kampus ITB Jatinangor, Sumedang, yang terdiri dari kampus, labolatorium, dan fasilitas lainnya yang terkait dengan keamanan TI. ITB juga membuka kerja sama dengan Lembaga Sandi Negara dan Kementerian Kominikasi dan Informatika.

Dekan STEI ITB Prof Dr Ir Suwarno menambahkan, S2 Cyber Security merupakan bagian dari Center Sekuriti IT yang kini masih dalam proses pembangunan di Kampus ITB Jatinangor. S2 Cyber Security memfokuskan diri pada keamanan TI. Di luar negeri, program ini sudah berkembang pesat. Tujuannya untuk menciptakan keamanan sekaligus menahan serangan 

Aceh Memang Jadi Intaian Amerika

http://hizbut-tahrir.or.id/wp-content/uploads/2011/05/ilustrasi-intelijen-asing.jpg

Polemik pendaratan tanpa izin pesawat militer Amerika Serikat (AS) ke Indonesia pada Senin (20/5) lalu memang telah berakhir. Kepergian pesawat jenis Dornier-328 itu pada Selasa (21/5) dari Indonesia pun diiringi penjelasan mengenai sebab pendaratan itu terjadi oleh Kedutaan Besar AS untuk Indonesia.
Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia, Scott Marciel menjelaskan pesawat berangkat dari Maladewa menuju Singapura. Hanya saja pesawat terpaksa mendarat di Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar. Pernyataan dari Dubes AS ini justru mengundang tanya di benak pengamat intelejen sekaligus militer Negara, Wawan Purwanto. Menurut Wawan, "ada sesuatu yang wajib digaris bawahi dari insiden tersebut".

Titik berat yang terlibat dalam kejadian ini adalah Amerika, Negara adikuasa yang memiliki banyak agenda dan kepentingan di dunia, termasuk Indonesia. “Pergerakan mereka perlu diwaspadai, apalagi pihak militer yang melakukan pendaratan secara tiba-tiba tersebut.

Lokasi pendaratan pesawat tersebut di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh juga bisa menambah kuat indikasi adanya upaya mata-mata dari AS. Aceh dalam beberapa tahun belakangan ini masuk dalam radar bidikan AS untuk dijadikan wilayah perbantuan perang mereka. “Sabang (wilayah di Aceh) sempat diisukan mau jadi lokasi pembangunan pangkalan militer AS, jadi wajar kalau mereka mengintip Aceh.

Maka dari itu, Pemerintah harus lebih memperketat pertahanan di wailayah paling barat Indonesia dan jangan hanya berpusat di kawasan pulau Jawa saja. Karena akan menjadi sebuah penodaan martabat bila AS terus menerus melakukan pencurian informasi di wilayah kedaulatan Indonesia.

Aceh Dan Papua Menjadi Intaian Intelijen Negara Asing

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTJhRcQaBKNwEhh9TibqzHFrFamM-hQyzATnBRKYMgiHTxvCWIOFPgRlU73B_0aImDocjeltE7tSN2stUCxRzmkkuRHRqdLmqs6caxko9FL1eGpZ40GlhI2vshTpzN3PFdjbh4gsGjb2Y/s1600/intelijen.jpg

Pendaratan darurat pesawat militer milik Amerika Serikat (AS) di Aceh beberapa waktu lalu, menyedot perhatian sejumlah kalangan. Tak pelak, kejadian ini kemudian menimbulkan kecurigaan tentang adanya upaya intelijen asing yang berusaha masuk ke Indonesia. "Kegiatan (intelijen asing) ini patut diwaspadai semua pihak," kata Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan, Mayjen Hartind Asrin.

Ia mengungkapkan, sejak kejadian tersebut, pemerintah semakin meningkatkan kualitas pengawalan di daerah-daerah perbatasan. Termasuk berbagai pintu masuk, seperti bandar udara dan pelabuhan. Para aparat yang bertugas di tempat-tempat tersebut pun diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya.

Hartind tak menampik adanya agen-agen asing yang masuk ke Indonesia. Mereka biasanya memiliki cover story dan cover job yang beragam. Ada yang bekerja sebagai wartawan, aktivis LSM, buruh, dan lain sebagainya. Tidak sampai di situ saja, lanjutnya, tidak terutup kemungkinan organisasi intelijen luar negeri juga merekrut WNI sebagai perpanjangan tangan mereka. "Merekrut orang-orang lokal adalah cara yang paling bagus buat mereka," ujarnya.

Sekitar satu dekade lalu, mantan pimpinan TNI Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 60 ribu agen asing yang berkeliaran di Indonesia. Terkait hal tersebut, Hartind mengaku pemerintah sampai saat ini belum lagi mengantongi data pasti soal jumlah agen asing yang masuk ke negara ini.

"Karena tugas pendataan itu ada pada BIN (Badan Intelijen Negara-red), sedangkan pemerintah (kemenhan) hanya membuat kebijakannya," tuturnya. Menurutnya, isu yang berkembang sejauh ini umumnya masih sebatas opini publik saja. Intelijen asing dinilai membidik wilayah Aceh dan Papua. Sebab, dua wilayah itu merupakan wilayah perbatasan negara yang potensial akan sumber daya alam.

Karena itu, keberadaan pesawat militer Amerika Serikat (AS) di langit Kota Aceh, Senin (20/5) lalu, perlu mendapat perhatian serius. Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Hidayat Nur Wahid menilai, pemerintah harus lebih serius menjaga wilayah terdepan Indonesia, dalam hal ini Papua dan Aceh. “ Karena di wilayah Papua dan Aceh menjadi wilayah yang banyak intelijen asing,” kata Hidayat saat dihubungi Republika, Rabu (22/5).

Selain membidik kekayaan alam Indonesia, intelijen asing juga disebut Hidayat kerap mencampuri politik dalam negeri. Tak heran maka Papua dan Aceh kerap dilanda gesekan politik dan separatisme. “Ada dua motif asing di Indonesia ekonomi yakni mengeruk sumber daya alam. Selain itu ada motif politik,” ujarnya.

Menurut Hidayat, motif politik bisa saja dibawa agen asing untuk menghancurkan Indonesia. Sejumlah isu pun dijadikan kedok untuk merongrong kedaluatan bangsa, di antaranya soal HAM. “Mereka ini bisa saja memiliki motif politik yang berniat membuat kekisruhan di Indonesia,” ujar politikus PKS ini. Terkait dengan peristiwa pesawat militer AS yang memasuki wilayah Indonesia,  Hidayat pun angkat suara, “Bisa saja itu adalah intelijen.”

Menyusul aksi pesawat AS di Aceh, Pengamat intelejen Wawan Purwanto meminta pemerintah meminta penjelasan ke negara Paman Sam. “Tentu saja harus ada penjelasan yang kongkret (dari AS). Kalau karena kalau alasannya habis bahan bakar atau keliru soal izin, kurang bisa dicerna,” ujar dia ketika dihubungi, Rabu (22/5).

Wawan mengatakan, awak militer AS memiliki tingkat keterampilan tinggi dalam memperhitungkan segala hal, termasuk soal persedian bahan bakar. Di samping itu, pesawat militer AS juga bukan rahasia lagi sudah dilengkapi dengan ragam fitur teknologi super canggih. Sehingga, kealpaan soal perhitungan jarak dan bahan bakar yang tersedia hampir zero probability alias mustahil.

“Jadi besar kemungkinan ada yang dilanggar secara sengaja oleh pihak AS dalam aturan zona terbang di Negara kita,” ujarnya.

Wawan menambahkan, insiden soal pelanggaran zona terbang, seperti oleh AS,  sebenarnya bukan kejadian pertama. Tahun 2009 lalu, pesawat militer Indonesia jenis Sukhoi sedang melakukan peragaan armada perang di Makassar. Tiba-tiba ada benda asing yang dipastikan merupakan pesawat militer luar negeri, menjadikan Sukhoi itu sebagai sasaran tembak.

Beruntung, penembakan urung terjadi dan pesawat misterius kemudian menghilang. Hal itu menjadi bukti bahwa wilayah udara Indonesia rentan ditembus kekuatan asing. “Dulu pesawat kita di-lock (dibidik) oleh armada asing. Ya itu membuktikan ada pesawat pengintai sedang hilir mudik di langit Indonesia,” jelas dia.

AS sendiri telah mengakui kesalahan karena pesawat militer Dornier seri 328 miliknya melintasi wilayah Indonesia. Pihak AS mengaku terpaksa mendaratkan pesawatnya di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. "Kesalahan mendaratnya pesawat itu ada di pihak kami," kata Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel saat mendampingi Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman.

Pesawat militer AS sebelumnya berangkat dari Maladewa menuju Singapura, Senin (20/5).  Namun pesawat itu terpaksa mendarat di kawasan Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar. Marciel menerangkan awak pesawat Dornier 328 semula menduga izin terbang di kawasan Indonesia masih berlaku. Namun ternyata izin terbangnya telah kadaluwarsa.

Aktivitas rahasia pihak asing, khsusnya AS, memang pernah diungkapkan oleh laman Wikileaks.  Pada tahyn 2010, Wikileaks pernah merilis 3.059 dokumen rahasia Amerika Serikat yang terkait Indonesia. Dari dokumem itu terungkap sisi kepentingan AS pada sejumlah isu dalam negeri, di antaranya soal Pemilu Presiden 2004, masalah Timor Timur, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Alkom Fiscor – 100 Ciptaan PT. LEN


Dalam dunia militer, alat komunikasi (Alkom) memiliki nilai penting bagi keberhasilan suatu kegiatan operasi militer. Alat komunikasi dibutuhkan antara lain untuk membantu pasukan yang ada di lapangan berhubungan dengan unit-unit lainnya yang berada di tempat berbeda.

Alat komunikasi yang banyak dipakai pihak militer di dunia sekarang ini adalah yang mudah dibawah ke mana-mana dalam berbagai medan. Saat ini, kebanyakan alat komunikasi untuk kegiatan militer diproduksi oleh perusahaan-perusahaan di luar negeri. Tentunya harga jual yang dipatok juga tergolong mahal.

Namun saat ini, Indonesia juga sudah mampu memproduksi alat komunikasi untuk dunia militer yang tidak kalah kualitasnya dengan produk-produk serupa buatan luar negeri. Adalah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) yang menggalang kerjasama dengan PT Len Industri (Persero) untuk membuat dan mengembangkan alat komunikasi untuk dunia militer. Kerjasama tersebut telah menghasilkan suatu produk alat komunikasi yang diberi nama Alkom Fiscor-100.

Kegiatan produksi Fiscor-100 telah mulai dilaksanakan PT Len Industri sejak Agustus 2010 lalu. Hingga Oktober 2010, sudah 30 unit yang diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Ke-30 unit Alkom Fiscor-100 itu telah diserahkan Menristek kepada Kementerian Pertahanan untuk dilakukan ujicoba oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) di berbagai medan terhadap alat tersebut.

Menurut Nurman Setiawan, bagian pemasaran PT Len Industri, kegiatan ujicoba itu dilakukan agar user (pengguna) bisa mencoba alat komunikasi tersebut sebelum membeli dan diharapkan adanya masukan-masukan dari user mengenai kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki pada alat itu.

Selain itu, ujicoba di lapangan dengan berbagai medan juga diperuntukkan agar produsen bisa mendapatkan bahan masukan bagi pengembangan alat tersebut di kemudian hari. Kegiatan ujicoba diperkirakan memakan waktu paling cepat tiga bulan dan paling lambat satu tahun.

Nurman menjelaskan, Alkom Fiscor-100 merupakan alat komunikasi yang dibuat oleh tenaga-tenaga ahli dari dalam negeri yang berasal dari Kemenristek dan PT Len Industri. Alat ini dibuat dengan mengkombinasikan teknologi yang ada pada alkom buatan Australia dan Prancis sehingga dipastikan Alkom Fiscor-100 lebih maju dari produk kedua negara tersebut.

Kandungan lokal yang dimiliki oleh alat itu kini telah mencapai 85%. Hanya komponen berupa handset, komponen elektronika dan conector yng masih harus diimpor. Menurut Nurman, kegiatan impor terhadap komponen-komponen itu terpaksa dilakukan karena di dalam negeri sendiri belum ada pabrik yang membuat komponen-komponen tersebut.

Karena dibuat oleh tenaga ahli dari dalam negeri, Alkom Fiscor-100 juga memiliki sejumlah keunggulan lainnya jika digunakan oleh pihak TNI. Keunggulannya itu antara lain siitem sekuriti nya bisa didesain oleh tenaga-tenaga lokal sehingga tidak sama dengan sistem yang digunakan di luar negeri. Alat ini juga bisa dicustomisasi sesuai keinginan.

Desain operasional dan maintenance dibuat sederhana sehingga mudah bagi pengguna dan teknisi untuk melakukan kegiatan operasional dan perawatan. Selain itu, di kelas HF, Alkom Fiscor-100 memiliki kecepatan hoping yang sangat tinggi sehingga bisa dipilih kecepatan 5 hope/second, 10 hope/second, 20 hope/second dan 50 hope/second.

Keunggulan lainnya adalah soal harga jual. Menurut perhitungan PT Len Industri, harga jual satu unit Alkom Fiscor-100 berkisar antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Harga itu jauh lebih murah jika dibandingkan dengan produk serupa buatan luar negeri yang mencapai Rp 250 juta hingga Rp 500 juta/unit.

Kemampuan Alkom Fiscor-100 untuk menembus pasar yang sangat potensial itu kini bergantung pada hasil ujicoba yang tengah dilakukan pihak TNI di sejumlah medan. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menggunakan produk dalam negeri juga memegang peranan penting bagi pengembangan Alkom Fiscor-100.(Sumber : Majalah Kina, Edisi 01 – 2011, Halaman 38-39)

http://syamsahawa.files.wordpress.com/2011/03/alkom-fiscor-100.jpg

Spesifikasi :
Technology Base:  Software Based Radio
Security System Base:  ISCOP100 (Integrated Secure Communication Protocol)
Hop Speed:  Programmable  5/10/25/50/Random hop/sec
Frequency Range:  2-30Mhz
Channel Capacity:  100 programmable Channel
Modulation Mode:  J3E (LSB;USB) ; J2A (CW); J2B (AFSK)
Tuning Step:  100Hz
Clarify Step:  10Hz
RF Output Power:  Max 20W PEP
Sensitivity:  -110 dBm for 10 dB S/N
Frequency Stability:  2ppm
Receiver Selectivity:  2.4kHz @-6db; 4kHz @-60dB
RF Connection:  Whip with internal ATU (selecable WHIP : W1.5, W3.0, Wire) & Dipole @50 Ω
Supply Voltage:  12-16.8 VDC
Average battery life:  24 hour
Audio Output:  250mW @8Ohm
Temperature Range:  -10C – 50C
IP Rating:  IP67
Vibration:  Ground Tactical
Immertion:  1 meter of water for 1 hour
Dimension:  250mm (width) x 90mm(deep) x 320mm (high)
Weight:  3.5kg (without battery pack), 5.5kg (with battery pack)
Standard:  MIL-STD-810F shock, vibration, dust & amp; spray