Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa. Misi utama kunjungan Netanyahu itu untuk membujuk Presiden Putin agar Rusia mengurungkan niatnya menjual sistem rudal antiserangan udara S-300 ke Suriah. Sistem rudal S-300 merupakan generasi sistem pertahanan udara buatan Rusia paling canggih saat ini, yang juga bisa berfungsi sebagai sistem rudal anti- rudal. Kemampuan S-300 disinyalir setara dengan sistem rudal antirudal Patriot buatan AS.
Pada tahun 2010, Suriah telah menandatangani kesepakatan dengan Rusia untuk membeli 144 pucuk rudal S-300 dengan enam tempat peluncurnya senilai 900 juta dollar AS. Akhir tahun 2011, Rusia mulai mengirim sebagian rudal S-300 itu ke Suriah. Demikian dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, yang memantau perkembangan isu Suriah dari Kairo, Mesir.
AS, Barat, dan Israel melayangkan protes keras kepada Rusia atas penjualan sistem rudal itu ke Suriah, dan meminta agar Moskwa segera membekukan penjualan tersebut. Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyebut, penjualan sistem rudal S-300 akan mengancam stabilitas kawasan.
Menteri Pariwisata Israel Uzi Landau menuduh Rusia merusak stabilitas Timur Tengah dengan menjual sistem rudal canggih tersebut. Menurut Landau, rudal- rudal S-300 itu bisa saja jatuh ke tangan Hezbollah atau Iran. Israel sangat khawatir dengan kemungkinan tersebut karena keberadaan rudal S-300 itu akan mengancam supremasi militernya, terutama kekuatan udaranya, di kawasan tersebut.
Namun, Rusia tidak menggubris protes Barat dan Israel itu. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di Warsawa, pekan lalu, menegaskan, transaksi penjualan sistem rudal itu merupakan transaksi lama dan bertujuan untuk pertahanan diri sehingga Suriah mampu membela diri dari serangan udara. Seusai bertemu dengan Netanyahu, Presiden Putin juga menegaskan agar semua pihak saat ini menahan diri agar tidak memperburuk perang saudara yang terjadi di Suriah.
Kekejaman oposisi
Sementara kekuatan-kekuatan dunia masih berbeda pendapat soal penyelesaian krisis di Suriah, situasi di lapangan terus memburuk.Hari Selasa, Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia (HRW) dan Koalisi Nasional (NC) oposisi Suriah mengecam sebuah video yang memperlihatkan kekejaman seorang milisi oposisi. Milisi itu terlihat memotong jantung seorang prajurit rezim Assad yang telah tewas kemudian memakannya.
Pada tahun 2010, Suriah telah menandatangani kesepakatan dengan Rusia untuk membeli 144 pucuk rudal S-300 dengan enam tempat peluncurnya senilai 900 juta dollar AS. Akhir tahun 2011, Rusia mulai mengirim sebagian rudal S-300 itu ke Suriah. Demikian dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, yang memantau perkembangan isu Suriah dari Kairo, Mesir.
AS, Barat, dan Israel melayangkan protes keras kepada Rusia atas penjualan sistem rudal itu ke Suriah, dan meminta agar Moskwa segera membekukan penjualan tersebut. Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyebut, penjualan sistem rudal S-300 akan mengancam stabilitas kawasan.
Menteri Pariwisata Israel Uzi Landau menuduh Rusia merusak stabilitas Timur Tengah dengan menjual sistem rudal canggih tersebut. Menurut Landau, rudal- rudal S-300 itu bisa saja jatuh ke tangan Hezbollah atau Iran. Israel sangat khawatir dengan kemungkinan tersebut karena keberadaan rudal S-300 itu akan mengancam supremasi militernya, terutama kekuatan udaranya, di kawasan tersebut.
Namun, Rusia tidak menggubris protes Barat dan Israel itu. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di Warsawa, pekan lalu, menegaskan, transaksi penjualan sistem rudal itu merupakan transaksi lama dan bertujuan untuk pertahanan diri sehingga Suriah mampu membela diri dari serangan udara. Seusai bertemu dengan Netanyahu, Presiden Putin juga menegaskan agar semua pihak saat ini menahan diri agar tidak memperburuk perang saudara yang terjadi di Suriah.
Kekejaman oposisi
Sementara kekuatan-kekuatan dunia masih berbeda pendapat soal penyelesaian krisis di Suriah, situasi di lapangan terus memburuk.Hari Selasa, Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia (HRW) dan Koalisi Nasional (NC) oposisi Suriah mengecam sebuah video yang memperlihatkan kekejaman seorang milisi oposisi. Milisi itu terlihat memotong jantung seorang prajurit rezim Assad yang telah tewas kemudian memakannya.
Video mengerikan itu diunggah ke internet, hari Minggu lalu. Milisi dalam video itu diidentifikasi bernama Abu Sakkar dari Baba Amr. HRW menyebutkan, dia adalah Komandan Brigade Omar al-Farouq al-Mustakila di Homs.
NC, yang merupakan payung gerakan oposisi di Suriah, mengecam tindakan sadis tersebut. ”NC menegaskan, tindakan itu telah melanggar moral rakyat Suriah, nilai dan prinsip Tentara Pembebasan Suriah (FSA),” kata NC sambil menambahkan, pelakunya akan diadili secara jujur dan terbuka. HRW menegaskan, pasukan oposisi harus bertindak tegas untuk menghentikan pelanggaran tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar