Prototipe pesawat tempur terbaru China, J-20 yang disebut memiliki kemampuan siluman atau sulit dideteksi radar.
AS menuding China telah meningkatkan upaya spionase dengan melakukan berbagai peretasan ke jaringan pertahanan dan industri AS untuk mendapatkan informasi-informasi yang mendukung pengembangan kemampuan militer mereka.
China menggunakan kegiatan mata-mata secara sangat aktif untuk mendapatkan aneka informasi teknologi terbaru, yang mendorong pengembangan pesat militer mereka. Demikian pernyataan sebuah laporan tahunan Departemen Pertahanan AS, Senin (6/5/2013).
Inilah untuk kali pertama AS terang-terangan menuduh China berupaya menembus jaringan sistem komputer pertahanan mereka. Dalam laporan tahunan setebal 83 halaman itu, yang disampaikan kepada Kongres (parlemen AS), Pentagon juga menyebut adanya kemajuan pesat yang dicapai China dalam pengembangan pesawat tempur berkemampuan siluman atau tak terdeteksi radar, serta pengembangan kapal induk China.
Dalam laporan itu disebutkan, upaya spionase dunia maya yang dilakukan China “sangat memrihatinkan” dan menimbulkan ancaman yang lebih besar karena “kemampuan untuk melakukan peretasan itu sama dengan yang dibutuhkan untuk melakukan serangan terhadap jaringan komputer.” “Pemerintah AS terus menjadi sasaran peretasan digital, beberapa di antaranya terlihat terkait langsung dengan pemerintah dan militer China,” sebut laporan itu.
Laporan ini langsung ditanggapi keras oleh pemerintah China. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying menegaskan Departemen Pertahanan AS sudah berulang kali “melontarkan pernyataan tak bertanggung jawab terhadap upaya pembangunan pertahanan China yang normal dan sah dilakukan, dan terus melebih-lebihkan apa yang disebut sebagai ancaman militer China.”
“Ini sama sekali tak menguntungkan buat kerja sama dan hubungan saling percaya AS-China,” ujar Hua dalam jumpa pers. “Kami jelas menentang pernyataan ini dan sudah menjelaskan posisi kami kepada pihak AS,” tegasnya.
Di sisi lain Wakil Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Asia Timur, David Helvey, menyatakan bahwa di samping masalah peretasan dan spionase digital China, hal lain yang lebih mengkhawatirkan adalah kurangnya transparansi pemerintah China. “Yang paling menyita perhatian saya terkait upaya modernisasi militer China adalah ketiadaan keterbukaan yang selama ini selalu dituntut oleh berbagai pihak kepada China,” ujarnya dalam jumpa pers terkait penyampaian laporan pertahanan itu. Terkait hal ini dia memperingatkan “potensi dampak dan konsekuensi dari kurangnya transparansi ini dengan perhitungan keamanan dari berbagai pihak lain di kawasan tersebut.”
Laporan mengenai kekuatan China ini mulai diajukan ke Kongres sejak tahun 2000. Laporan terbaru ini terbit di tengah makin memanasnya konflik antara China dengan sejumlah negara di Asia terkait klaim-klaim yang dilakukannya terhadap sejumlah wilayah samudera, seperti dengan Jepang dan Filipina. Secara resmi China mengumumkan belanja pertahanannya sebesar lebihg kurang 10 persen tiap tahun selama satu dekade terakhir. Namun Helvey menegaskan bahwa nilai sesungguhnya belanja pertahanan China jauh lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar